Mendikbud Bacakan Surat Guru Maria dan Rifaldi

Mendikbud Bacakan Surat Guru Maria dan Rifaldi

Porospro.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, membacakan surat-surat inspiratif dari guru dan murid dari berbagai daerah penjuru Indonesia.

Kegiatan itu ia unggah dalam bentuk video di kanal Kemendikbud RI.

Dalam tayangan tersebut, Nadiem Makarim menyapa beberapa guru dan murid, yang suratnya terpilih dan ia bacakan.

Ada dua surat dari guru dan tiga surat dari murid dibacakannya, setelah ia memilih dari 6.689 surat yang dilayangkan kepadanya.

Salah satu guru yang diberi kesempatan untuk bicara langsung pada Nadiem adalah guru SDK Kaenbaun dari Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maria Yosephina Morukh.

"Saya senang sekali, tapi sekaligus gugup mau bicara dengan Menteri Nadiem," ujar bu guru saat disapa Mendikbud.

Nadiem memilih bu Maria karena keteguhannya dalam mengajar murid-muridnya.

Ia berkunjung dari rumah yang satu ke rumah yang lain untuk memastikan setiap anak didiknya tetap mendapatkan pelajaran, tanpa ketinggalan.

"Saya adalah seorang guru honor yang mengajar pada satu sekolah dasar di daerah pedalaman yang jauh dari perkotaan. Fasilitas jaringan internetnya kadang hilang, muncul, bahkan siaran TVRI pun tidak dapat," ujar Bu Maria.

"Itupun hanya untuk beberapa orang, karena sebagian besar masyarakat NTT bekerja sebagai petani. Semenjak ada wabah Covid-19, saya kesulitan dalam memberikan tugas pembelajaran online kepada anak murid, karena mereka tidak memiliki handphone," keluhnya.

"Tapi saya tidak putus asa. Saya berusaha untuk membuat jadwal kunjungan dari rumah ke rumah. Misalnya, hari pertama saya kunjungi lima rumah, berarti lima anak yang diberikan tugas. Hari kedua, lima rumah lagi, sampai semua kebagian tugas," lanjutnya penuh haru.

Sementara itu, Rifaldi, murid kelas IV SD Tanjungredeb, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, juga berkesempatan curhat kepada Mendikbud.

Di suratnya, Rifaldi mengatakan, ia tetap semangat belajar, walaupun harus dititipkan kepada keluarga baru untuk mendapatkan akses pendidikan.

Akibat tak memiliki handphone, Rifaldi harus tinggal di rumah seorang guru yang dikenal ibunya untuk tetap mendapat pelajaran.

Ia dibantu keluarga barunya untuk mendapatkan akses pendidikan yang memadai.

"Saya dititipkan mamah pada seorang guru yang sudah lama dia kenal. Alhamdulilah, selama di sini, semua tugas yang diberikan guru bisa saya selesaikan dengan baik, karena dibimbing oleh kakak-kakak di rumah saya, Abi dan Kiara."

"Saya tidak punya Hp, jadi kalau buat video belajar, mereka berdua yang merekam, saya diberi teks yang harus saya hafalkan. Lalu mereka merekam saya untuk menghafalkan pelajaran itu, misalnya bacaan salat dan kosakata bahasa Inggris beserta artinya," ujarnya Rifaldi.

Rifaldi harus rela dititipkan pada keluarga lain, sehingga tidak bisa sahur dan buka puasa dengan orangtuanya.

"Bulan Ramadan tahun ini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya. Berbuka dan sahur tidak lagi bersama bapak, mama, dan dua adik saya. Pekerjaan bapak tidak menentu dan mama adalah buruh setrika baju," lanjutnya.

Ramadan kali ini terasa istimewa, karena kegiatan belajar-mengajar dilakukan dalam jarak.

Guru dan murid tak pernah bertemu muka dengan muka, sehingga banyak kendala yang mereka rasakan saat dalam kegiatan. Itu karena pandemi wabah corona yang masih merajalela.

Sumber: Jawapos.com