Porospro.com - Di tengah geliat industri di bibir pantai Kota Dumai, ada satu persoalan yang tak boleh luput dari perhatian: pengelolaan limbah, khususnya limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan non-B3. Di balik gemerlap pabrik pengolahan sawit, mengintai ancaman yang dapat merusak lingkungan dan kesehatan masyarakat jika limbah tidak dikelola secara bertanggung jawab.
Namun, harapan baru muncul melalui pendekatan ekonomi sirkular—konsep yang mendorong pemanfaatan limbah menjadi sumber daya bernilai. Salah satu limbah yang tengah jadi sorotan adalah Spent Bleaching Earth (SBE), limbah dari proses penyulingan minyak sawit.
SBE: Dari Limbah Menjadi Peluang
SBE dihasilkan dari material bleaching earth (tanah pemucat) yang digunakan untuk memurnikan minyak nabati, seperti minyak sawit. Pemerintah, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021, telah mengeluarkan SBE dari kategori limbah B3, asalkan kandungan minyaknya di bawah 3%. Bersama limbah lain seperti slag baja, debu EAF, dan fly ash, SBE kini termasuk limbah non-B3 yang tetap harus dikelola dengan baik meskipun tanpa perlu persetujuan teknis.
Namun, jika kandungan minyak dalam SBE melebihi ambang batas 3%, limbah ini tetap dikategorikan sebagai B3 dengan kode B413, sebagaimana tercantum dalam daftar limbah B3 dari sumber spesifik.
Pemerintah juga mengingatkan kepada para pelaku usaha dibidang penghasil, pengangkutan dan Pengelolaan yang menghasilkan limbah LB3 supaya limbah tersebut tetap dikelola sesuai regulasi yang ada.
Suara dari Akar Rumput: Dumai dan Ancaman Nyata
Dhery Perdana Nugraha, Direktur Lingkungan Malaya Research and Development, menyuarakan kegelisahannya. Menurutnya, sebagai kota industri dengan deretan pabrik sawit di sepanjang pesisir, Dumai menyimpan potensi besar dan juga tantangan besar.
“Kita lihat saja sepanjang bibir pantai Dumai, rata-rata pabrik pengolahan sawit. Artinya, ada limbah. Pertanyaannya, ke mana limbah itu dibuang?” ujar Dhery.
Ia menyampaikan kekhawatirannya soal praktik ilegal limbah yang dijual ke pihak tanpa izin, bahkan ditimbun di lahan masyarakat.
“Miris, saya dapat informasi ada perusahaan yang menimbun limbahnya di tanah warga. Ini bukan hanya melanggar hukum, tapi juga mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat,” tegasnya.
Dhery menegaskan komitmennya memerangi mafia limbah, dengan terus memantau dan mengumpulkan data.
“Kita ingin Dumai bersih dari praktik yang hanya menguntungkan segelintir tapi mencemari lingkungan dan merugikan banyak orang.”
Pengelolaan limbah B3 harus dijalankan sesuai Permen LHK Nomor 06 Tahun 2021 dan Permen LHK Nomor 22 Tahun 2021. Salah satunya, dalam pembangunan gudang pengumpulan limbah B3 yang wajib memiliki sekat berdasarkan karakteristik limbah, serta bangunan penyimpanan yang memenuhi standar keamanan.
Lebih dari sekadar kepatuhan hukum, penyusunan Kajian Teknis untuk Kegiatan Pengumpulan Limbah B3 adalah bukti komitmen untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan manfaat baik bagi lingkungan maupun masyarakat.
Jika dikelola dengan hati dan akal sehat, limbah bukanlah akhir dari sebuah proses, melainkan awal dari peluang baru. Dumai bisa menjadi contoh sukses ekonomi sirkular di mana industri tidak hanya tumbuh, tetapi juga bertanggung jawab.