Jakarta - Tim Kuasa Hukum PT Artha Bumi Mining (PT ABM) mendatangi Komisi Percepatan Reformasi Polri untuk mengadukan penghentian penyidikan (SP3) atas perkara dugaan pemalsuan surat negara oleh penyidik Ditreskrimum Polda Sulawesi Tengah.
Salah satu anggota tim kuasa hukum PT ABM, Dr. (c) Bahrain, S.H., M.H., memenuhi undangan audiensi yang digelar di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jalan Veteran III, Jakarta, Selasa, 9 Desember 2025 pukul 14.00 WIB.
Dalam audiensi tersebut, Bahrain mempertanyakan keputusan penyidik yang menerbitkan SP3 atas perkara dugaan pemalsuan surat negara Nomor 1489/30/DBM/2013. Surat itu selama ini digunakan oleh PT Bintang Delapan Wahana (BDW) sebagai dasar penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 20.500 hektare di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Bahrain menyampaikan, alasan penghentian penyidikan yang menyebutkan tidak cukup bukti dinilai tidak berdasar. Padahal seluruh tahapan hukum telah dijalankan sesuai prosedur, mulai dari pelaporan, penyelidikan, penyidikan, hingga penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, dan uji praperadilan.
Ia menegaskan, hasil praperadilan di Pengadilan Negeri Palu melalui putusan Nomor 8/Pid.Pra/2025/PN Pal secara tegas menolak permohonan praperadilan yang diajukan tersangka. Putusan tersebut sekaligus menguatkan bahwa penetapan tersangka telah didukung alat bukti yang cukup dan perkara semestinya dilanjutkan ke tahap persidangan.
“Saksi-saksi telah jelas menyatakan bahwa benar tersangka telah melakukan pemalsuan surat, dan bahkan pihak ESDM sendiri telah menyatakan bahwa surat negara Nomor 1489/30/DBM/2013 itu merupakan surat palsu. Lantas bukti apa lagi yang perlu dihadirkan agar memenuhi unsur cukup bukti,” ujar Bahrain.
Menurutnya, SP3 tersebut terkesan dipaksakan dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Sebab, Kementerian ESDM selaku institusi yang berwenang telah secara resmi membantah bahwa surat yang digunakan PT BDW merupakan produk mereka.
“Itu dari Kementerian ESDM. Tapi jaksa masih menolak dengan alasan harus ada aslinya. Ini kan sesuatu yang tidak mungkin. Bagaimana institusi yang tidak pernah mengeluarkan harus ditemukan aslinya. Itu menjadi kendala yang dilakukan oleh teman-teman penyidik selama ini menjadi SP2HP,” tutur Bahrain.
Atas dasar itulah, tim kuasa hukum PT ABM melaporkan perkara tersebut ke Komisi Percepatan Reformasi Polri. Mereka menilai adanya kelemahan dalam kinerja aparat penegak hukum yang berpotensi menghambat terwujudnya keadilan.
Dalam kesempatan itu, PT ABM mendesak Komisi Reformasi Polri untuk memberikan rekomendasi kepada Polri agar SP3 dicabut dan proses hukum dilanjutkan hingga ke pengadilan. Menurut Bahrain, sekalipun nantinya majelis hakim memiliki pandangan berbeda, perkara tersebut setidaknya telah diuji secara terbuka dan objektif di persidangan.
Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Prof. Jimly Asshiddiqie, menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti aduan tersebut. Ia menegaskan laporan semacam ini kerap diterima dan menjadi bahan penting dalam upaya pembenahan institusi Polri.
“Hari ini kita banyak menerima masukan dari banyak pihak, semua kita pelajari sebagai bahan membenahi Polri,” tegas Jimly.**