Porosrpo.com - Kerajaan Perlak disebut sebagai kesultanan Islam pertama di Nusantara dan Asia Tenggara berdasarkan seminar para ahli pada akhir September 1980 di Rantau Kuala Simpang, Aceh Timur. Istilah Peureulak atau Perlak sendiri berasal dari nama dari pohon kayu yang digunakan untuk dibuat perahu oleh para nelayan. Orang-orang Aceh menyebutnya sebagai Bak Peureulak.
Ahli yang mendukung Perlak sebagai kesultanan Islam pertama di antaranya Ali Hasjmy. Sastrawan bernama lengkap Moehammad Ali Hasjim ini merujuk pada naskah klasik sebagai catatan dari Abu Ishak al-Makarani yang berjudul Risalah Idhar al-Haq fî Mamlakati Ferla wa al-Fasi, lalu naskah Tazkirat Tabaqat Jumu' Sultan al-Salatin karya Syeikh Syamsul Bahri Abdullah al-Asyi, dan Silsilah Raja-raja Perlak dan Pasai.
Dari naskah-naskah ini, Hasjmy menyimpulkan bahwa Kerajaan atau Kesultanan Perlak sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara yang diproklamirkan pada 1 Muharram 225 H/ 840 M, dengan sultan pertamanya Sultan Alauddin Sayyid Maulana Abdil Aziz Syah. Kesultanan Perlak berakhir pada tahun 1292 M.16 Hal ini sesuai dengan disatukannya ke kerajaan Pasai di Samudera Gedong, Aceh Utara sekarang.
Berikut sejarah singkat kerajaan Perlak dikutip dari buku 'Sejarah 2' oleh Drs Sardiman AM, Mpd:
1. Raja Kerajaan Perlak
Menurut Ishak Makarani Al Fasy kerajaan Perlak berdiri pada 1 Muharram 225 H (840 M) dengan raja pertamanya Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah. Semula raja tersebut bernama Saiyid Abdul Aziz.
Pada hari berdirinya kesultanan itu, Bandar Perlak diganti namanya menjadi Bandar Khalifah sebagai kenangan dan penghargaan kepada rombongan Nakhoda Khalifah yang telah berperan mengembangkan Islam di Perlak.
Raja Abdul Aziz Syah diketahui memimpin sejak tahun 225 hingga 249 H atau pada 840 M hingga 964 M. Kemudian kepemimpinan dilanjutkan oleh Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdrrahim Syah.
Selanjutnya, kursi raja Perlak diisi oleh Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abbas Syah di tahun 285-300 H. Kemudian, di tahun 302 H kepemimpinan dipegang oleh Sultan Alaidin Saiyid Maulana Ali Mughayar Syah.
Kepemimpinan raja silih berganti hingga 18 kali dan terakhir dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat di tahun 662-692 H atau 1263 sampai 1292 M dan akhirnya Kerajaan Perlak runtuh.
2. Masa Kejayaan Kerajaan Perlak
Masa kejayaan kerajaan ini berhasil didapatkan pada masa pemerintahan Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat II. Kerajaan ini mampu berkembang terutama di bidang pendidikan Islam dan dakwah Islamiah.
Pada masa ini juga, raja mengawinkan dua putrinya dengan pangeran dari Kerajaan Samudera Pasai, yakni Putri Ganggang Sari dan Putri Ratna Kumala sehingga mendorong kesejahteraan kesultanan ini.
Selain itu, Kesultanan Perlak sangat tenar di kalangan para pedagang Arab dan non-Arab terutama Bandar Khalifah. Menurut Ali Hajsmy dalam bukunya Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Bandar Khalifah telah menjadi pelabuhan penting dan tempat persinggahan mereka dalam perjalanan ke Cina atau balik ke Asia Barat.
3. Peninggalan Kerajaan Perlak
Ada berbagai peninggalan Kerajaan Perlak, mulai dari mata uang, stempel, hingga makam raja. Mata uang kerajaan ini terdiri dari tiga jenis, yakni emas (dirha), perak (kupang, dan tembaga atau kuningan.
Mata uang itu menjadi yang tertua di Tanah Air. Uniknya, pada salah satu sisinya terdapat tulisan 'A'la' dan sisi lainnya tertulis 'Sulthan' yang tertuju pada Perdana Menteri masa Sultan Makhdum Alaidin Ahmad Syah Jouhan Berdaulat.
Kemudian, peninggalan stempel kerajaan ini menggunakan bahasa Arab yang membentuk kalimat 'Al Wasiq Billah Kerajaan Negeri Bendahara Sanah 512' yang merupakan bagian dari Kerajaan Perlak.
Peninggalan raja terakhir adalah makam raja Benoa (Benoa adalah negara bagian dari Kerajaan Perlak) yang terletak di tepi sungai Trenggulon. Pada makam tersebut nisan dituliskan dengan bahasa Arab dan dibuat sekitar abad ke-4 H.
4. Runtuhnya Kerajaan Perlak
Kerjaan Perlak runtuh karena mengalami kemunduran. Diketahui, anggota keluarga kerajaan saling berebut kekuasaan pemerintahan sehingga membuat ketidakstabilan.
Para pedagang yang melihat hal itu akhirnya memutuskan untuk pergi ke tempat lain, yakni Pasai. Akhirnya kerajaan runtuh dan berganti menjadi Kerajaan Samudera Pasai.
Sumber: detik.com