Ini Bahaya Memendam Emosi, Jangan Anggap Sepele!

Ini Bahaya Memendam Emosi, Jangan Anggap Sepele!

Porospro.com - Banyak orang tidak menyadari bahaya memendam emosi dan memilih untuk menutupinya. Padahal, emosi yang dipendam bisa berpengaruh negatif terhadap kondisi fisik maupun mental, serta tidak jarang memberikan dampak buruk pada hubungan dengan orang lain.

Memendam emosi adalah suatu kondisi ketika pikiran Anda menghindari, tidak mengakui, atau tidak dapat mengekspresikan emosi dengan cara yang tepat, baik secara disadari ataupun tidak disadari. Beberapa emosi yang seringkali dipendam antara lain adalah kemarahan, frustrasi, kesedihan, ketakutan, dan kekecewaan.

Kebiasaan memendam emosi tidak akan membuat emosi itu hilang, justru malah akan membuat emosi tersebut tinggal di tubuh Anda. Alih-alih membuat lega, memendam emosi justru akan membuat Anda merasa lebih terbebani.

Macam-Macam Bahaya Memendam Emosi

Meski tidak berbentuk, emosi sering kali memiliki pengaruh yang besar pada kehidupan. Jadi, tidak heran jika memendam emosi yang seharusnya disampaikan bisa berdampak negatif pada diri kita. Berikut ini adalah beberapa bahaya memendam emosi yang perlu diwaspadai:

1. Melemahkan sistem kekebalan tubuh

Memendam emosi memang tidak akan langsung menyebabkan suatu penyakit. Namun, kondisi ini dapat melemahkan sitem kekebalan tubuh, sehingga membuat Anda lebih mudah terserang berbagai jenis penyakit, mulai dari penyakit ringan seperti pilek, hingga penyakit kronis seperti kanker.

2. Mengakibatkan kecemasan berlebih

Emosi yang dipendam terus-menerus juga bisa menyebabkan gangguan cemas. Gangguan cemas berkepanjangan mengakibatkan otak memproduksi hormon stres secara berkala. Hal ini pada akhirnya bisa berdampak negatif pada kesehatan fisik, seperti sakit kepala, mual, muntah, hingga kesulitan bernapas.

3. Mengakibatkan depresi

Emosi negatif yang tidak tersalurkan dengan baik juga dapat mengakibatkan depresi. Jika sudah sampai pada tahap ini, emosi negatif akan berubah menjadi perasaan hampa, putus asa, bahkan perasaan ingin mengakhiri hidup.

Gejala yang timbul akibat depresi antara lain adalah sering merasa lelah, sulit tidur pada malam hari, dan kehilangan ketertarikan pada hal-hal yang biasanya Anda sukai. Depresi juga bisa menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti sakit kepala, penurunan berat badan, hingga gangguan pernapasan.

4. Menyebabkan berbagai penyakit kronis

Produksi hormon stres yang tinggi akibat memendam emosi juga bisa meningkatkan detak jantung dan tekanan darah. Jika terjadi dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan Anda berisiko lebih tinggi untuk menderita berbagai penyakit kronis, seperti stroke dan gagal jantung.

Selain itu, hormon stres yang tinggi juga dapat mengganggu proses pengiriman sinyal dari otak ke usus, sehingga Anda menjadi rentan terkena gangguan sistem pencernaan, misalnya irritable bowel syndrome.

Mengungkapkan Emosi dengan Cara yang Sehat

Guna menghindari bahaya memendam emosi, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk melepaskan emosi negatif, antara lain:

Tanyakan kepada diri Anda sendiri, perasaan apa yang sedang Anda rasakan saat ini. Hal ini penting karena Anda perlu betul-betul memahami perasaan Anda sendiri sebelum bisa menyampaikannya ke orang lain.

 

Cobalah untuk mengungkapkan perasaan Anda melalui suatu media jika Anda kesulitan untuk mengungkapkannya secara langsung, misalnya dengan mencari lagu yang cocok dengan perasaan Anda.

 

Latih diri untuk mengungkapkan perasaan dengan kalimat yang diawali dengan kata “saya”, misalnya “saya merasa bingung”, “saya merasa takut”, atau “saya merasa kecewa”.

 

Ceritakan perasaan Anda kepada orang-orang yang Anda percayai.

 

Dengarkan saat orang lain sedang mengungkapkan perasaan mereka, agar secara tidak langsung Anda terbiasa dengan sikap terbuka dan bisa menerapkannya pada diri Anda sendiri.


Cobalah terapkan cara-cara di atas untuk melepaskan emosi dengan sehat guna menghindari bahaya memendam emosi. Namun, jika Anda masih kesulitan mengekspresikan emosi, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater

sumber:alodokter.com