Porospro.com - Usulan agar PDI Perjuangan tidak melakukan kerja sama atau koalisi dengan PKS dan Partai Demokrat, muncul dari Tengerang.
Ketua DPC PDIP Kota Tangerang Selatan, Wanto Sugito, megusulkan hal itu dalam menghadapi Pilkada Serentak. Alasan dia, kedua partai itu selalu berlawanan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Keinginan itu merupakan suara dari akar rumput PDIP maupun para relawan pendukung,” ujar Wanto dalam keterangan tertulisnya, Ahad (19/7/2020).
Menurut Wanto, sikap para anggota DPR dari Partai Demokrat itu tak layak dicontoh. Pasalnya, mereka selalu menerima gaji bulanan, namun tidak pernah ikut membahas rancangan undang-undang dengan alasan Covid-19.
“Itu sama saja dengan makan gaji buta dari uang rakyat,” beber Wanto.
Demikian halnya sikap PKS, lanjut Wanto, partai yang secara ideologi berbeda dengan PDI Perjuangan dan juga dengan kalangan NU itu, sering berbeda sikap.
“Maka sebaiknya tidak usah diajak kerja sama dalam pilkada maupun di dalam Pileg 2024 yang akan datang,” tegasnya lagi.
Bahkan, kata Wanto, yang terbaru adalah soal sikap elite PKS, Mardani Ali Sera, yang secara sepihak menyerang Gibran Rakabuming sebaga Calon Wali Kota Solo besutan PDIP.
“Mardani menyerang Gibran dengan menyebutnya tak pantas maju karena kurang pengalaman. Harusnya Mardani bersikap jantan. Tak usah mengurusi PDIP, calonkan saja kader sendiri.
Mana kader PKS yang telah berhasil sebagai kepala daerah? Tunjukkan itu,” ujarnya politikus lulusan UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, tersebut.
“Jadi bersaing secara sehat, jangan hanya hobi pencitraan di medsos. Sebaiknya PKS segera umumkan saja kadernya sendiri. Saya kira itu lebih fair,” kata dia.
Sementara saat dimintai tanggapannya menyangkut hal itu, Ketua DPP PDIP Bidang Ideologi dan Kaderisasi, Djarot Syaiful Hidayat, menyatakan, pihaknya bisa memahami apa yang disampaikan Ketua DPC Kota Tangsel tersebut.
Dijelaskannya, dalam mengusung calon kepala daerah termasuk Gibran dan Bobby, PDIP mengambil keputusan atas dasar pertimbangan ideologis.
Utamanya bagaimana Pancasila dijalankan dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam setiap kaderisasi, kata Djarot, PDIP memang selalu mengedepankan pentingnya kesadaran. Yakni kesadaran ideologi berdasarkan Pancasila; kesadaran politik; kesadaran organisasi; kesadaran untuk menyelesaikan masalah rakyat; dan kesadaran di dalam kehidupan berbangsa yang satu bersama keanekaragaman sebagai rahmat.
“Aspirasi untuk tidak bekerja sama dengan Partai Demokrat dan PKS juga banyak saya terima. Hal tersebut juga positif. Dengan kebersamaan antara Demokrat dan PKS yang berada di luar pemerintahan, sehat bagi demokrasi,” ujar Djarot.
Diakui Djarot, yang didorong oleh PDIP adalah kerja sama politik dengan seluruh partai pengusung pemerintahan Jokowi.
Sementara sikap politik PKS dan Partai Demokrat yang selalu tidak jauh beda, justru memberikan peta ke depan bagaimana kedua partai tersebut memang semakin beriringan dalam kerja sama politik yang berbeda dengan arah PDIP.
Djarot memberi kode bahwa kerja sama parpol dalam pilkada merupakan embrio kerja sama Pemilu 2024 yang akan datang.
“PDI Perjuangan sendiri memilih terus mengedepankan semangat gotong-royong dan siap bekerja sama dengan parpol pendukung pemerintah,” ujar Djarot.
Untuk diketahui, di pilkada 2020 di beberapa wilayah, PD dan PKS memang terancam tak memiliki calon kepala daerah. Di Solo, nama yang mencuat adalah Gibran-Teguh, dimana PKS dan PD tak ada sebagai pengusung.
Sementara untuk mengusung calon sendiri, kedua partai itu tak memiliki kursi DPRD yang cukup sesuai syarat di undang-undang.
Di Medan, kedua partai sedang berusaha mengajak petahana yang juga kader PDIP, Akhyar Nasution, agar berani melawan Bobby Nasution.
Sumber: Jawapos.com