Tradisi Jawa di Suriname Digenggam Erat dan Dipertahankan

Tradisi Jawa di Suriname Digenggam Erat dan Dipertahankan

Porospro.com - Ratusan orang Jawa diangkut ke benua Amerika bagian Selatan di tahun 1880-an dan kini mengisi 15 persen komposisi penduduk Suriname. Orang-orang Jawa di sana masih memegang teguh tradisi, dari nama hingga upacara kematian.

Suku Jawa yang ada di Suriname yang masih ada saat ini merupakan generasi penerus orang-orang Jawa yang diangkut ke negara di benua Amerika itu saat penjajahan Belanda. Angkatan pertama, sebanyak 94 orang Jawa diangkut ke Suriname pada 21 Mei 1890 dengan kapal SS Koningin Emma.

Sesampai di Suriname, orang-orang Jawa yang berasal dari kuli kontrak itu tak ingin lepas dari leluhur mereka. Cara yang dianggap menjadi jalan untuk mempertahankan kejawannya itu hanyalah dengan mempertahankan tradisi.

Termasuk, sholat dengan menghadapi kiblat ke arah barat (Islam madep ngulon) seperti saat mereka masih berada di Jawa. Juga munculnya agama Javanisme yang ingin membersihkan tradisi Jawa dari Islam.

Orang Jawa di Suriname mempertahankan ritual Jawa, bahkan yang di Indonesia tradisi Jawa itu mulai ditinggalkan. Penulis buku-buku travel, Agustinus Wibowo, melakukan riset tentang nasionalslime diaspora dan tinggal selama dua bulan di Suriname membeberkan kisah tentang budaya Jawa di sana.

"Di sana aku melihat ritual agama Javanisme. Salah satunya, selametan, memang tradisi Jawa-nya kental banget. Mungkin aku juga sudah jarang mengalami itu," kata Agus yang lair dan besar di Lumajang, Jawa Timur.

"Itu ritual jawa tapi jadi eksotis sekali karena banyak orang Jawa yang sudah jauh sekali dengan ritual Jawa," dia menambahkan.

Agustinus menyebut budaya Jawa di Suriname juga sempat mulai hilang pada tahun 1970-an hingga 1980-an. Keturunan Jawa saat itu mulai berpikiran andai ingin sukses caranya dengan hidup dan belajar bahasa Belanda. Makanya, pada periode itu mulai banyak keturunan Jawa yang tidak bisa berbahaya Jawa. Tapi kemudian muncul upaya untuk melestarikannya lagi.

"Mereka menggali lagi dan menghidupkan lagi tradisi Jawa. Budaya Jawa ini termasuk ada kembar mayang untuk pengantin, luluran, ada mbah dukun, ada yang main drama, pengantin putri memakai paes," kata Agus.

Selain para perayaan resepsi pengantin, ritual jawa juga dilaksanakan pada prosesi kematian. Agus berkesempatan mengikuti upacara jenazah hingga masuk ke liang lahat pada sebuah keluarga. Dan, itu sesuai dengan kultur jawa yang dikenalnya.

Tapi rupanya, administrasi yang diterapkan Belanda untuk para orang Jawa yang diangkut ke Suriname itu membuat suku Jawa di sana tak bisa melepaskan Jawa. Nama generasi pertama yang diangkut dengan kapal dari Jawa ke Suriname dijadikan nama marga.

Aturan itu bisa menjadi petunjuk nama paling favorit di Jawa sekitar 100 tahun lalu. Nama-nama itu juga dinilai mewakili keadaan tanah Jawa waktu itu.

"Orang Jawa yang asli malah tidak mempunyai nama keluarga, tapi di bawah kontrol Belanda, generasi pertama yang naik kapal itulah yang menjadi marganya. Contohnya, Mulyorejo naik kapal, family name akan jadi Mulyorejo," ujar Agus.

"Nama-nama Jawa masih dipertahankan, banyak pakai rejo, yang artinya subur. Itu menunjukkan orang Jawa yang petani dan memimpikan kesuburan," Agus menambahkan.

"Dari nama marga Jawa itu bisa tahu nama yang populer 1 abad lalu. Ya, nama marga tidak berubah, cuma first name yang mengikuti nama Belanda, nama-nama Eropa," dia menjelaskan.

Selain itu, soal makanan yang juga masih bernuansa jawa kendati sudah ada penyesuaian dengan bahan yang tersedia di Suriname.

"Pecel yang sama dengan di Jawa masih ada. Hanya memang lebih tawar," ujar Agus.

Bagaimana dengan bahasa untuk berkomunikasi sesama orang Jawa Suriname?

"Anak muda hampir enggak ada yang bahasa Jawa. Tapi, orang tua mereka masih berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Apalagi, orang-orang Islam madep ngulon dan Javanisme rata-rata bahasa Jawanya masih cukup kuat," dia menambahkan.

Faktanya, Radio Garuda mengudara dengan menyiarkan karawitan dan berita dengan bahasa Jawa. Selain itu, lagu-lagu Didi Kempot yang sebagian besar merupakan lagu dengan bahasa Jawa amat populer di Suriname.

"Pemeluk agama Javanisme malah menggunakan bahasa Jawa kromo alus. Mereka juga melakukan riset tentang Wali Songo," kata Agus.

 

Sumber: detik.com