Porospro.com - Kapten Philipa Hay merupakan tentara wanita Australia pertama yang memimpin latihan militer Angkatan Laut Australia bersama 10 negara, termasuk Indonesia.
Selama 3 bulan terakhir, Angkatan Laut Australia atau Royal Australian Navy menggelar latihan militer di kawasan Asia Pasifik. Latihan bersama yang disebut Rim of Pasific (RIMPAC) itu merupakan rutin setiap 2 tahun yang melibatkan 10 negara, yakni Indonesia, Brunei Darussalam, Kanada, Prancis, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, Filipina, Singapura, dan Amerika Serikat (AS).
Tahun ini, Australia dan Indonesia berlatih bersama di Selat Lombok pada 7 Juli 2020. Dalam latihan itu dikerahkan kapal HMAS Stuart (III) dari Australia dan KRI RE Martadinata dari Indonesia.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kali ini RIMPAC dipimpin oleh tentara wanita yaitu Kapten Philipa Hay. Ia merupakan tentara wanita non-AS pertama yang memimpin kegiatan tersebut. Kepada detikcom ia terlebih dahulu menjelaskan mengenai tujuan dari latihan militer yang ia pimpin.
"Tujuan utama adalah untuk latihan dan menjaga hubungan kawasan dan regional bersama, termasuk di Indonesia. Kita juga terlibat dalam hubungan bilateral dengan Filipina, Singapura, dan juga Indonesia. Kemarin kita ada latihan di Selat Lombok, selain berbagi tugas dan operasional," ujarnya.
Dikutip dari situs Royal Australian Navy, Kapten Hay memimpin skenario perang kelas atas yang kompleks. Termasuk di dalamnya adalah latihan penembakan rudal dan perang di laut.
Melihat tugas yang begitu menantang, Kapten Hay tak gentar. Sebagai wanita yang memimpin ribuan pasukan yang didominasi laki-laki ia mengaku tak merasakan perbedaan berarti.
"Saat saya memimpin RIMPAC, tidak berbeda sama sekali saat saya memimpin di Australia. Mereka saling menghargai, saya menghargai keberadaan mereka dan mereka menghargai keberadaan saya di mana kita selalu profesional. Kita selalu latihan bersama dan menghadapi tantangan bersama," katanya.
Kapten Hay juga menceritakan bahwa ia tak ingin melihat perbedaan gender sebagai penghalang dalam membela negara. Meskipun profesi tentara didominasi laki-laki, baginya yang terpenting adalah profesionalitas.
"Perbedaan itu tidak ada di antara perempuan dan laki-laki di Angkatan Laut Australia selama kami bisa melaksanakan tugas profesional. Kami latihan keras dan menghargai tugas masing-masing, kami masing-masing memiliki peran yang saling mendukung. Dan saya bangga dapat berkontribusi dan juga bergabung dengan Angkatan Laut Australia," ia mengungkapkan.
Sebelum dapat mencapai posisi seperti sekarang, Kapten Hay melewati perjalanan panjang. Dimulai pada 1993 ketika usianya masih 17 tahun, Kapten Hay bergabung dengan Academy Defense Force dengan mengambil konsentrasi di bidang navigasi dan penanganan kapal. Baru kemudian ia mengambil spesialisasi penanganan kapal selam dalam kondisi perang.
"Saat itu tidak banyak perempuan dan jarang sekali yang bisa memimpin. Tapi dengan perkembangan yang ada, saya juga dapat melihat sekarang, ini sudah makin berkembang di mana sudah ada sekitar 22 persen peran wanita pada militernya Australia dan juga banyak yang menduduki posisi sebagai pimpinan," ia menjelaskan.
Mengenai kerja sama militer antara Australia dengan Indonesia, Kapten Hay mengungkapkan dirinya sudah terlibat sejak lama dengan misi tersebut. Kedua negara telah bertahun-tahun berduet mengamankan kawasan laut yang rentan pada berbagai ancaman.
"Selama karir saya, saya juga sering bekerja sama dengan TNI, dimulai dengan patroli. Awalnya saat saya muda dengan TNI di sekitar utara Australia dan perbatasan dengan Indonesia. Batas lautnya kami jaga bersama dari penangkapan ikan secara ilegal, perampasan dan juga pembajakan-pembajakan di laut. Kami menjaga keamanan di situ bersama dengan TNI," kata dia.
Di sepanjang wawancara, Kapten Hay menekankan bahwa Australia ingin bersama dengan ASEAN menjaga keamanan laut. Sebagaimana diketahui, saat ini salah satu isu keamanan laut yang sedang hangat adalah tentang Laut China Selatan. Sebelumnya juga diberitakan bahwa kapal Australia, HMAS Canberra melakukan latihan bersama AS dan Jepang di perairan tersebut pada pertengahan Juli 2020.
Sumber: detik.com