Sate Tanpa Lontong

Sate Tanpa Lontong

Porospro.com - "Dan, sate tapi jangan pakai lontong ya," pinta saya ke penjual Sate di warung Sate Awak, Jalan Sungai Beringin, Tembilahan, Senin (25/1/2021) sore.

Kebetulan yang jual sate ini teman seperjuangan, namanya Ramadana, panggilan akrabnya Dana. Sebagian teman-teman ada manggil Ajo, ya si Dana ini dari keturunan Minang.

Profesi kami sama-sama seorang jurnalis. Boleh dikatakan 1 angkatan. Sejak awal tahun 2015, kami selalu bersama-sama mencari berita.

Upaya meliput sana-sini selalu ditempuh. Tak peduli panas hujan, siang-malam. Memang semangat 45 semangatnya kami kala itu.

Tahun itu juga, kami pergi ke Pekanbaru tes perekrutan anggota PWI baru. Nasib teman saya belum beruntung. Dana coba ditahun berikutnya lagi. Alhamdulillah lulus.

Kemudian tahun 2018. Dana anak 1 ini ikut tes kompetensi wartawan. Saat itu dia dinyatakan lulus sebagai UKW Muda. Alhamdulillah, sudah semakin mantap karirnya.

Dia dulu bekerja di perusahaan media cetak. Perkembangan zaman, Dana pindah ke media siber. Sampai sekarang.

Itu sekilas perjalanan Dana menjalani profesi wartawan. Banyak sih hal lain sebenarnya, tapi saya mau bicara Sate kemarin sore itu. Dana buka Sate Awak ini baru sekali, memang keahliannya meracik kuah sate. Rasanya pas di ujung lidah.

Saya ke sana sore itu karena panggilan Ketua PWI Inhil, Ardiansyah Julor. Dia bersama kawan-kawan lain sudah duluan menyantap.

Saya lambat datang, pukul 17.00 WIB saja baru siap-siap turun dari rumah. Tidak ada niat mau makan. Entah karena rindu hangat-hangat pedas kuah sate, atau karena lezatnya racikan Dana. Saya pun pesan tanpa lontong. Perut memang masih kenyang sore itu.

Saya minta Rp5 ribu saja. Ada 4 tusuk disajikannya. Habis seketika. Masuklah kuahnya, sisa sedikit lagi. Pedas. Tak bosan-bosan saya. Padahal sudah kesekian kalinya. Lain waktu ke sana lagi.