Porospro.com - Pukul 2 belum lama berlalu. Sinar matahari di Pantai Terumbu Mabloe siang itu serasa membakar kulit, begitu menyengat. Hanya deru angin yang sesekali hinggap dapat sedikit menyejukkan tubuh.
Dataran yang menjorok ke arah laut dipenuhi cangkang kerang-kerangan, memberikan gradasi warna pada lantai monokrom. Tak jauh ke pangkal, pohon perepat (Sonneratia alba) dan pohon api-api (Avicennia germinans) tumbuh sesak menempa kesuburan, menepis kegersangan sebagian kawasan pantai dengan suasana lindap.
"Di situlah yang mau ditanam bibit bakau," ujar Arfan, 29 tahun, sambil mengacungkan dagunya ke salah satu sisi pantai dengan penanda kayu kecil seperti ranting yang berjejer rapi di atas permukaan berlumpur.
Tangannya lalu mengarah ke ujung hamparan lumpur. "Di sini memang banyak bangau kalau (air sungai, red) surut," kata Arfan menjelaskan keberadaan Bangau Bluwok (Mycteria cineria) di Pantai Terumbu Mabloe yang terletak di Desa Sungai Bela, Kecamatan Kuala Indragiri, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.
Kata Mabloe sendiri merupakan nama lain dari Desa Sungai Bela. Nama Mabloe diberikan oleh masyarakat Suku Duano yang pertama kali menemukan Desa Sungai Bela. Sehingga, Pantai Terumbu Mabloe dapat juga diartikan sebagai Pantai Terumbu Sungai Bela atau Pantai Terumbu Desa Sungai Bela.
Masih di sekitar bagian pantai yang terik, berdiri sebuah bangunan mirip gazebo, namun masih sederhana digunakan sebagai tempat melepas penat perjalanan para pelancong. Gazebo berukuran sekitar dua kali dua meter itu terbuat dari kayu bakau yang disusun renggang.
"Kalau air surut bisa main (sepak, red) bola di sana," ungkap Arfan yang lahir dan tumbuh besar di Desa Sungai Bela seraya menunjuk lokasi lain dari pantai yang berada di sebalik rerimbun pohon api-api (Avicennia germinans).
Hari itu, rombongan wartawan lokal Kabupaten Indragiri Hilir sedang melakukan perjalanan wisata jurnalistik memperingati Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2021 yang jatuh tiap 9 Februari.
Puluhan awak media, tak terkecuali Arfan diterjunkan untuk berlomba mengeksplorasi potensi Pantai Terumbu Mabloe, sebagai kawasan ekowisata andalan masyarakat Desa Sungai Bela.
Di atas pantai berlumpur, sejumlah wartawan mencoba melakukan kegiatan Menongkah. Menongkah sendiri merupakan aktifitas yang dijalani masyarakat Suku Duano untuk mencari kerang menggunakan sekeping atau dua keping papan dan mengayuh dengan menggunakan tangan dan kaki.
Mulanya, kegiatan Menongkah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat Suku Duano. Namun, Sejak 2017, Menongkah telah dikukuhkan oleh pemerintah pusat sebagai Warisan Budaya Tak Benda.
"Satu, dua, tiga," kata salah seorang wartawan menggunakan pengeras suara memberikan aba-aba kepada para wartawan yang 'berlomba' Menongkah.
Keseruan pun tercipta di sana. Tingkah para wartawan yang terjatuh kala menongkah mengundang gelak tawa wartawan lain yang menyaksikan di sepanjang bibir pantai.
Alhasil, tak satu pun dari mereka yang mampu mendapatkan kerang dari kegiatan Menongkah itu. Hanya terlihat seperti berseluncur di atas lumpur. Padahal, sebelumnya beberapa orang masyarakat Suku Duano telah memberikan contoh bagaimana teknik Menongkah.
Selesai dari situ, di pangkal pantai, tepatnya di bawah deretan pohon perepat yang tumbuh tak beraturan, baru saja dipasang spanduk berbentuk lingkaran bertuliskan Piak Duanu Lap Ne Dolak yang berarti "Takkan Duanu Hilang di Laut", menjadikan lokasi itu cukup instagramable bagi wisatawan mengabadikan momen.
Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olaharaga ,dan Kebudayaan Kabupaten Indragiri Hilir, Junaidy S.Sos M.Si mengungkapkan, Pantai Terumbu Mabloe terbentuk dari cangkang kerang-kerangan. Kerang-kerangan diketahui berasal dari perairan Muara Lajau yang merupakan salah satu muara dari sungai Indragiri.
Perpaduan antara pantai berlumpur dengan hutan Mangrove diharapkan akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pantai yang hanya berjarak sekitar 5 menit dari bantaran Desa Sungai Bela jika menggunakan pompong--sampan atau perahu bermesin yang lumayan banyak digunakan di Kabupaten Indragiri Hilir.
"Bagi kita dari sektor pariwisata, memang kita mengembangkan kawasan pesisir dalam satu konsep ekowisata," kata Junaidy yang turut serta mendampingi awak media di Pantai Terumbu Mabloe.
Lokasi yang relatif dekat dari Kota Tembilahan--Ibu Kota Kabupaten Indragiri Hilir--membuat Pantai Terumbu Mabloe begitu potensial dikembangkan dan menarik pengunjung. Untuk mencapai Pantai Terumbu Mabloe dari Kota Tembilahan menggunakan speedboat, hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam.
Sayangnya, wisatawan hanya dapat berkunjung ke Pantai Terumbu Mabloe di waktu tertentu, yakni ketika air sungai surut. Pantai Terumbu Mabloe akan hilang dari pandangan sesaat setelah air pasang dan akan kembali muncul ke permukaan ketika air surut. Fenomena ini lah yang membuat sebagian dari kawasan pantai menjadi berlumpur.
"Ini akan kita rancang pengembangannya. Kalau sudah kita tata, para pengunjung dapat rutin, misalnya di hari libur hadir di sini," tutur Junaidy.
Selain masih alami, Pantai Terumbu Mabloe memiliki beragam jenis fauna, khususnya spesies burung yang tersebar di sekitar kawasan pantai. Hal tersebut dikarenakan Pantai Terumbu Mabloe merupakan persinggahan burung migrasi.
Burung-burung migran itu umumnya berasal dari Asia Selatan. Namun, tak jarang juga berasal dari Australia dan Asia Timur.
"Pantai ini juga termasuk sabuk hijau hutan Mangrove di pesisir pantai timur Sumatera," jelas Junaidy seraya mengatakan, kawasan Pantai Terumbu Mabloe dan sekitarnya termasuk ke dalam wilayah dengan sebutan Tanjung Bakung yang menjadi persinggahan burung migran di dunia berdasarkan pendapat para peneliti.
Salah satu spesies burung migran di Pantai Terumbu Mabloe adalah burung Kedidi (Calidris). Burung Kedidi (Calidris) biasanya akan bermigrasi saat musim kawin. "Kalau salju besar Burung Kedidi juga akan migrasi dan bermain di sini (pantai, red)," ungkap Junaidy.
Puas menyusuri pantai, berfoto dengan berbagai pose dan merasakan sensasi Menongkah yang menghabiskan waktu nyaris 2 jam, rombongan wartawan pun bersiap pulang. Mereka beringsut menuju dermaga yang terbuat dari kayu, layaknya dermaga darurat untuk datang dan pergi wisatawan.
Setelah lima unit speedboat yang disediakan panitia menambat di dermaga, satu per satu peserta wisata jurnalistik beranjak naik dan meninggalkan Pantai Terumbu Mabloe untuk kembali ke Tembilahan dengan kehadiran seekor monyet di pinggir pantai yang seolah mengucapkan kalimat "sampai jumpa lagi". (Adv)