Porospro.com - Selama ini, pengunjung/peziarah tuan guru Syekh Abdurrahman Siddiq selalu menggunakan transportasi laut yakni menggunakan Speedboat.
Yang mana, dari Tembilahan untuk menuju pelabuhan Hidayat menggunakan speedboat selama kurang lebih 1 jam atau menggunakan perahu pompong selama kurang lebih 2 jam. Dan dari pelabuhan Hidayat, lokasi tidak terlalu jauh dan dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda dua.
Padahal, jalur darat dari ibu kota Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) juga dapat ditempuh yakni menggunakan kendaraan roda dua (sepeda motor). Dari Tembilahan, menghabiskan waktu kira-kira 1 jam saja. Meski sedikit terdapat rintangan akibat kondisi setapak masih belum maksimal, namun wisatawan dapat menikmati alam hijau dari pepohonan kelapa milik masyarakat.
Dari Tembilahan, wisatawan harus melewati bagian hilir kota melintasi kelurahan Sungai Perak (Kampung Cinta Kasih) hingga Terusan. Sesampainya di kampung Terusan, wisatawan terpaksa menyeberangkan kedaraannya menggunakam pompong yang selalu siap di sana. Biayanya pun tidak begitu tinggi, mulai Rp20 ribu hingga Rp30 ribu.
Menyeberang ke sana, wisatawan sudah memasuki Kecamatan Kuala Indragiri (Kuindra), satu kecamatan dengan makam tuan guru Syekh Abdurrahman Siddiq, tepat di Desa Teluk Dalam.
Menyusuri jalan setapak, wisatawan dipastikan tidak akam sesat. Pasaknya, setiap simpang selalu ada petunjuk menuju Makam. Alternatif jalur darat ini benar-benar menyegarkan raga karena melewati alam perkampungan yang asri.
Sekedar mengenal Syekh Abdurrahman Siddiq. Berdasarkan situs Kemdikbud.go.id, Syeikh Abdurrahman Shiddiq Bin Syekh M. Afif Al Banjari (1857-1939) atau lebih dikenal dengan sebutan “Tuan Guru Sapat” adalah salah seorang ulama kharismatik dari Kerajaan Indragiri di masa lalu (awal abad XX M).
Tuan Guru Sapat berasal dari daerah Banjar (Kalimantan) dan mempunyai hubungan genetis dengan ulama terkenal Banjar, Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari (1710-1812).
Semasa hidupnya, Tuan Guru Sapat memerankan dirinya sebagai seorang ulama yang menjadi ikon penting dalam proses penyebaran dan penyelenggaraan pendidikan Islam, khususnya di daerah Indragiri Hilir.
Tuan Guru Sapat adalah seorang ulama yang menggabungkan beberapa kemampuan sekaligus, mulai dari seorang pendakwah, pengajar, mufti, penulis, sampai sebagai seorang petani kebun yang berhasil.
Oleh karena kiprah dan peranannya yang besar tersebut, tidak aneh jika riwayat hidup dan pemikiran Tuan Guru Sapat sudah sering menjadi objek penulisan, baik dalam bentuk penelitian akademis, mulai dari tingkat skripsi (S1) sampai disertasi (S3), maupun penulisan populer.
Abdurrahman dilahirkan oleh Safura binti Syekh Muhammad Arsad pada tahun 1875 di Kampung Kecil (Dalam Pagar) Martapura, Kalimantan Selatan. Beliau dilahirkan pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman Yang memerintah di Kerajaan Banjar sejak tahun 1825-1857 M.
Syekh Abdurrahman Siddiq adalah penerus generasi ke-5 dari Al-Arif Billah Maulana Syekh H. Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari yang kakeknya merupakan cucu dari seorang mubaligh yang datang dari Magribi ke Filipina yang mendirikan kerajaan Islam di Mindano yang bernama Sayyid Abdullah.
Pada usia satu tahun, ibundanya tiada dan Abdurrahman diasuh oleh Siti Saidah dan Ummi Salamah yang merupakan bibinya.
Pada usia sembilan tahun Sang Syekh mulai menguasai ilmu-ilmu dasar: ilmu saraf, ilmu nahu (ilmu alat), bahkan ilmu kalam dan ilmu lainnya dengan berguru kepada Zainuddin, berasal dari hulu sungai selatan (Kandangan) yang saat itu mengajar di pondok pesantresn di Kampung Dalam Pagar.
Beranjak remaja, sekitar tahun 1297 H, Sang Mufti terus mempelajari pondasi keilmuan agama: ilmu syariah (fiqih), ilmu aqidah (tauhid), ilmu akhlak (tasawuf) dan ilmu hadis.
Bidang keilmuan ini beliau tuntun pada Al-Amin Al-Allahamah Syekh H. Hasyim dan Al-Alim Al-Allamah Syekh Muhammad Said Wali. Setelah berguru, tahun 1302 H beliau terjun dan berdakwah dalam menyiarkan Islam di berbagai wilayah Kalimantan.
Pada tahun 1303 H disela menyebarkan agama, beliau bertukang emas permata. Dari kepandaiannya tersebut itu, di tahun 1305 H Syekh Abdurrahman berdagang permatan dan berlayar hingga ke pulau Sumatera, Padang Panjang, Pulau Bangka juga Palembang
Pada tahun 1310 H, dari Sumatera beliau menuju Mekah untuk menunaikan ibadah haji serta menuntut ilmu agama. Selama di Mekah beliau berguru kepada Masyaaih yang mengajar di Masjidil Haram dan sekitar Makah pada waktu itu, antara lain: Sayyid Bakri Syatta, Al-Alimul Fadhil Syekh Ahmad Dimyathi, Al-Alimul Fadhil Syekh M. Babashil Mufti Syafii, Al-Alimul Fadhil Syekh Umar Sambas, dan banyak guru lainnya yang membuat beliau mendapat syahada dari berbagai ilmu.
Sampai hari ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indragiri Hilir (Inhil) melalui Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, dan Kebudayaan (Disparporabud) terus berbenah dalam penyempurnaan fasilitas yang dapat memanjakan para wisatwan/peziarah, namun tetap menyajikan suasana alami kampunh setempat. (Adv)