Kisah Mistis di Kafe Terkenal

Kisah Mistis di Kafe Terkenal
Ilustrasi

Porospro.com - Kali ini saya tidak sedang menulis berita seperti biasa. Tetapi, hari ini, saya hanya menguraikan sebuah cerita, yakni sebuah kisah nyata yang sempat berkurung di kepala.

Ringkasan cerita yang saya uraikan di bawah ini pernah dialami oleh seorang pengusaha muda yang menurut saya sangat tulus mengejar cita-cita.

Sebuah cerita yang dimaksud; saya dapatkan dari beberapa orang, yang dirangkum menjadi satu.

Namun perlu saya sampaikan, saya terpaksa mengulas kisahnya penuh ilustrasi. Baik nama, tempat, waktu, termasuk latar belakang serta tokoh-tokohnya. Sebab, saya selaku penulis tidak ada izin membeberkan secara terbuka dari mereka yang punya cerita.

Namun yang pasti, kembali saya yakinkan, inti atau ringkasan dari kisah ini pernah terjadi, yakni di kota T. Sebuah ibu kota Kabupaten yang ada di bagian pesisir Sumatera. Dan menurut saya, kisahnya sangat menarik dan mungkin ada pelajaran yang dapat kita petik. 

Oleh karenanya, saya tetap bercerita, meskipun seadanya. Apalagi di zaman modern ini, usaha mandiri berupa Kafe semakin menjamur di negeri ini.

Secara pribadi, penulis sangat berterimakasih kepada pembaca yang tetap diam jika mengetahui persis nama usahanya, alamat lengkap, terlebih lagi orangnya. Mari sama-sama kita jaga solidaritas antar pengusaha.

Baiklah, saya coba menyusun pelan-pelan, semoga bermanfaat !

Sedikit jauh dari pusat perbelanjaan. Seorang anak muda tengah termenung duduk di kursi pelanggan. Dia adalah Yayan, bekerja sebagai pelayan Kafe Terkenal.

Yayan bingung, sejak sebulan terakhir, hari-harinya menghabiskan waktu hanya disibukkan membuka Kafe pada pukul 10.00 WIB dan menutup pukul 23.59 WIB. Nyaris tidak ada aktivitas lain, terutama melayani pelanggan.

Di meja Kafe tadi, Yayan dihampiri Suci, si juru dapur. Yang juga suntuk tanpa menyentuh alat masak lagi.

"Kenapa ya? Kok sepi mulu," tanya Suci di hadapan Yayan.

Yayan tidak berkata apa-apa, pertanyaan Suci tadi ternyata sering diucapkannya. Pagi, siang, malam. Yayan sudah bosan mendengarnya.

Hanya berselang beberapa menit, Bos keluar dari ruang Owner. Yayan spontan menyapa Bos.

"Bos.." ucap Yayan. "Ya," sahut si Bos.

"Eh, nanti coba deh kita tata ulang lagi di bagian depan," sambung Bos seraya menunjuk halaman Kafe.

Selaku Owner Kafe Terkenal, Bos terus mencari bagaimana agar bisa ramai kembali.

Sebab sebelumnya, Kafe berukuran sederhana ini saban waktu disesaki pengunjung. Sampai-sampai sebagian sepeda motor milik pengunjungnya memarkirkan di halaman usaha orang lain di sekitarnya. Karena begitu ramainya.

Biasanya, Bos hanya bersantai di ruang pribadi. Memantau aktivitas karyawan dan pelanggan dari layar pentolan CCTv.

Background Kafe Terkenal ini juga saban waktu muncul di media sosial. Tak terkecuali media sosial milik Jaka, seorang pelanggan tetap yang terus-menerus berpose dengan teman-temannya. Namun semua itu sepertinya hanya tinggal kenangan.

"Yan, aku keluar dulu ya," kata Bos. "Oke bos," sahut Yayan.

"Nanti kalau sampai jam 9 (21.00 WIB) tak ada yang datang (pelanggan), tutup aja lah. Besok pagi aja lah kita tata ulang lagi," pesan Bos.

"Sip," giliran Suci menyahut seraya mengacungkan jempol kanannya.

Genap 1 jam, tepat pukul 21.00 WIB. Satu meja pun tetap belum terisi. Pesan Bos pun dipenuhi. Suci dan Yayan pun menutup rapat pintu Kafe.

"Kak aku pulang duluan ya," kata Yayan kepada Suci. Kebetulan Suci memang lebih tua, Yayan pun memanggilnya dengan sebutan Kakak.

Tak lama setelah itu, Suci juga menyusul pulang ke rumah.

Matahari sudah terbit, hari sangat cerah, pukul 07.00 WIB, mereka bertiga disiplin waktu, sama-sama tiba di Kafe Terkenal sesuai waktu janjian. Seperti pesan Bos tadi malam, meminta bantu menata ulang kafe agar lebih menarik untuk dikunjungi.

Sebenarnya, merubah tampilan ini sudah yang kesekian kalinya. Tapi Bos sepertinya tidak menyerah. Sampai benar-benar kembali normal.

Meski begitu, ada satu hal yang tidak pernah digesernya, yakni bunga hidup yang menghiasi dari paling depan. Kali ini Bos berinisiatif memindahkannya.

"Suci, pot bunga itu letak dimana bagusnya selain di situ?," tunjuk Bos ke arah bunga setinggi 3 jengkal tangan orang dewasa.

Karena menurut Bos kala itu, Suci lebih memahami soal bunga.

"Nanti saya coba tata bos ya!," sahut Suci.

Beberapa menit kemudian, Suci mendekati Yayan. Disaat itu Yayan masih menata kursi dan meja di bagian teras kafe.

"Yan, bantu sebentar angkat pot bunga," ucapnya. "Oke kak," sahut Yayan.

Mereka berdua pun berjalan. Posisi Pot bunga benar-benar paling depan, sekitar 6 meter dari pintu kafe. 6 meter ini juga digunakan sang Owner sebagai wadah kursi dan meja pengunjung. Sama dengan bagian dalam.

Ketika Yayan mulai memperagakan geser-menggeser pot bunga. Sontak saja ia beristighfar. "Astaghfirullah," betapa terkejutnya Yayan.

"Kenapa Yan?," Tanya Suci dari kejauhan.

"Ini kak, ada kain," sahutnya. Waktu itu, Yayan langsung berfikir negatif thinking. Bahwa kain putih yang ia temukan adalah kain kafan.

Parahnya lagi, sedikit taburan tanah disitu, juga diprediksinya sesuatu yang disengaja.

"Ada tanah kuburan juga sepertinya kak,"

Bagaimana tidak, di sekitar kafe, kiri kanan dan depan, tidak ada tanah. Semua rata ditembok dengan semen.

"Kok bisa?," ucap Suci dengan nada heran.

Saat itu, Bos juga menghampiri setelah mendengar Yayan beristighfar.

"Bos, ada kain kafan ni bos, sama tanah kuburan," sebut Yayan menunjukkan kepada Bos.

"Jangan fikir aneh-aneh dulu Yan. Buang aja, bersihkan,"  kata Bos.

Yayan pun membuangnya. Dibuang ke tempat sampah terdekat. Tapi dalam benak Yayan, masih berikir aneh-aneh. Begitu juga Suci.

"Yan, bagaimana ini. Ada yang iri kayaknya," kata Suci.

"Iya pasti," sebut Yayan dengan nada tegas.

Bahkan dalam benak Yayan, persoalan ini bakal terus berulang. Seraya mendekati Bos, Yayan mengusulkan mencari orang pintar untuk mengusir setan.

"Tak usah," kata Bos.

"Gini ajalah, Jumat nanti, kita baca Yasin di sini, macam mana?," tambahnya.

"Iya, bagus tu," sahut Suci. "Ialah bos," sambung Yayan.

Hari-hari menjelang Jumat, Kafe Terkenal selalu dibuka, tetap komitmen, dari pukul 10.00 WIB sampai pukul 23.59 WIB.

Pasca dibuangnya kain kafan dan tanah yang diduga Yayan tanah kuburan tadi. Kafe Terkenal mulai dikunjungi, tapi tidak sampai 10 persen.

Dalam satu hari, paling banyak 3 sampai 5 orang saja. Masih jauh dari harapan. Namun menurut Yayan, masih lumayan ketimbang sebulan terakhir, kosong lalu.

Singkatnya, Jumat pun tiba. Malam itu, pasca Shalat Isya, kafe dibuka namun tidak membuka untuk pengunjung. Dikhususkan hanya untuk mereka bertiga, baca Surat Yasin dan Doa bersama.

Yasin dan doa ini dipimpin langsung oleh Bos.

Tengah baca doa, seekor Burung Hantu masuk ke dalam kafe. Warnanya gelap. Sayap mengepak-kepak. Ukurannya cukup besar, kira-kira sebesar kucing usia dewasa.

Kedatangan burung ini cukup mengganggu suasana hening. Tidak begitu lama, burung hinggap di bagian dapur kafe.

Mereka bertiga langsung menghampiri. Yayan coba mengganggu, burung itu tidak bergerak. Diam layaknya patung hias.

"Tangkap tidak bos," tanya Yayan kepada Bos.

"Iya tangkap aja, kita lepaskan di luar," kata Bos.

Yayan pun menangkapnya. Burung Hantu itu benar-benar tidak bergerak. Pasrah saja di bawa ke luar.

Saat itu, dalam benak Yayan kembali negatif thinking. Yayan menduga kuat bahwa Burung Hantu warna hitam itu adalah dikirim dengan cara ilmu hitam.

"Kayaknya memang diganggu orang ini, kak" bisik Yayan ke Suci.

Ternyata suci juga berfikiran yang sama. Tanpa menyampaikan ke Bos. Mereka berdua sepakat membuang Burung Hantu lebih jauh.

"Yan, biar aku kawankan buang. Jangan di depan sini," kata Suci.

"Oke kak," sahut Yayan.

Suci pun turun. Menggunakan sepeda motor milik Yayan. Suci yang membonceng Yayan kira-kira 1 kilo perjalanan. Baru lah di lepas Yayan dari genggamannya.

Bos sendiri sebenarnya sadar. Sebab itu, Bos tidak bertanya mau kemana mereka turun.

Artinya, Bos menyetujui Burung Hantu di lepas lebih jauh. Yang penting menurut Bos, Burung Hantu lepas dalam keadaan baik-baik saja, tetap hidup di habitatnya.

Sepulangnya Yayan dan Suci. Barulah Bos ajak bicara.

"Yan, mau ya burung tadi terbang," tanya Bos.

"Iya bos, pas dilepas, kejab mata aja, langsung hilang. Kencang terbangnya," jawab Yayan.

Si Bos, Yayan, dan Suci kembali masuk ke bagian belakang, melihat sekitar dapur apakah ada sisa-sisa yang ditinggalkan burung tadi.

Kondisinya bersih. Namun Yayan tetap meyakini, burung yang diduganya kiriman melalui ilmu hitam tadi sengaja mengarah dapur. Ingin meninggalkan sesuatu.

"Bersih bos, mungkin berkat baca Yasin dan Doa bersama tadi," terka Yayan.

"Iya juga ya, apalagi burungnya mendadak jinak," sambung Suci.

Mendengar itu, wajah Bos mulai berubah. Sepertinya Bos mulai menyadari ada sesuatu yang ganjil.

"Doakan saja semoga tidak terjadi apa-apa," tuturnya.

Tak lama setelah itu, mereka bertiga pun pulang ke rumah masing-masing.

Keesokan harinya, sebelum membuka kafe, Yayan terlebih dahulu ke pangkas rambut. Di sana Yayan bertemu dengan Jaka, si pelanggan tetap Kafe Terkenal tadi.

"Bang," tegur Yayan ke Jaka.

"Eh Yayan, motong rambut juga ya? Tak mau kalah ganteng kayaknya," ujar Jaka diiringi ketawa kecil.

Karena sebagai pelanggan tetap, antara Jaka dengan si pelayan kafe ini sudah seperti teman lama. Ketika mereka bertemu, dapat dipastikan saling menyapa.

Cuman satu hal yang bikin Yayan mendadak kaget. Jaka waktu itu melontarkan pertanyaan seperti sangat pasti terjadi.

Begini pertanyaanya. "Kok tak pernah buka lagi?,"

Yayan kala itu merasa heran pada level tertinggi. Masa iya, buka seperti biasa. Dikira pelanggan tutup.

"Yan.., malah diam," celutuk Jaka.

"Kami buka terus bang, siang dan malam, seperti biasanya," jawab Yayan.

"Masa iya?," tanya Jaka mempertegas.

"Iya bang, sumpah!," Yayan balik mempertegas.

Kali ini giliran Jaka termenung heran. Kepada Yayan, Jaka menitipkan pesan kepada Bos.

"Bilang ke Bos, cari orang pintar atau pindah saja," ujar Jaka.

Di hadapan Yayan, sepertinya Jaka sangat mengerti soal beginian. Jaka meyakini, tidak ada habisnya jika tidak bertindak.

"Satu lagi, mending kamu bersihkan seluruh sudut kafe. Kayaknya ada masalah gelap tu," usulnya.

"Soalnya aku ini hari-hari lewat situ (Kafe Terkenal), tak pernah lagi aku nampak buka," katanya.

Ucapan Jaka itu pun dibawa Yayan kepada Bos. Hari itu juga disampaikan kepada Bos, dan sesuai apa yang keluar dari bibir Jaka tadi.

Bos kaget, dia juga semakin menyadari bahwa kafe miliknya benar-benar dihinggapi makhluk jahat.

"Yalah, kita bersihkan seisi kafe. Hari ini," kata Bos kepada Yayan.

"Oke Bos," sahut Yayan.

Selepas Shalat Ashar. Yayan dan Suci memulai membersihkan seisi kafe. Geser ini, geser itu, angkat ini, angkat itu. Satu-persatu dibersihkan, sudut ke sudut di sapu bersih. Tidak ada yang tersisa.

Bos sendiri juga ikut membantu, mengelap-lap dengan kain, baik dindin, tiang, dan sebagainya.

Yang memegang sapu adalah Suci. Ketika dia menggeser sedikit meja di bagian tengah. Tiba-tiba "Drupppp....," Suatu benda warna putih terpental ke plafon.

Suci begitu kaget. Mendekat, dan menyentuh benda itu dengan sapu.

"Astaghfirullah," ucap Suci menjerit, dia pun sedikit mundur.

"Bos, Bos, apa ini Bossss..," pekik Suci kepada Bos.

Bos yang semula membersihkan tiang bagian depan segera masuk. Dari luar, Bos ini juga mendengar jelas bunyi membanting itu.

Sontak saja, Bos usia 30an tahun ini terengah-engah. Betapa tidak, benda putih itu adalah boneka berbentuk pocong. Ukurannya kira-kira sejengkal tangan orang dewasa.

Yayan yang tadinya sibuk membersihkan sudut-sudut kafe juga mendekat, memeriksa dengan pandangan, hingga memberanikan diri memegang.

"Allahu Akbar..," teriak Yayan. Boneka pocong itu bergerak. Yayan gemetar, takut, bibirnya tak henti-henti membesarkan yang maha Esa.

"Benda apa ini, ya Allah..," ucap Yayan lagi.

Menyaksikan itu, Bos yang tadinya juga tampak bimbang tak banyak pikir lagi. Sontak ia tangkap, boneka aneh itu melekat kuat di genggaman Bos.

Boneka itu langsung di bawa ke luar, di buang begitu saja. Masih dekat dengan kafe.

"Ini ada yang tidak beres," kata Bos di hadapan Yayan dan Suci.

Yayan tidak banyak bicara, ia merasa dihantui. Menjelang waktu Magrib itu, Yayan perbanyak baca Ayat-ayat Al-Qur'an yang ia hafal. Begitu juga Suci.

"Malam ini kita istirahat dulu. Kalau mau pulang, pulang lah dulu," sebut Bos kepada Yayan dan Suci. Mereka berdua pun pulang.

Sesampainya di rumah, Yayan masih tidak tenang hati. Gangguan sihir tadi sore benar-benar menyayat mentalnya.

Sebagai pekerja setia Bos, Yayan tidak putus asa. Dia yakin, Bos pasti mencari jalan yang terbaik.

Pukul 22.00 WIB, telepon selular milik Yayan berdering. Ternyata panggilan dari Bos. "Hallo Bos," kata Yayan membuka pembicaraan.

"Yan, kalau kita putuskan pindah saja dari tempat itu, menurutmu gimana?," tanya Bos.

"Aku sih terserah Bos aja. Kalau memang itu yang terbaik, sah-sah aja Bos," jawab Yayan.

"Oke," sahut Bos, seraya menutup telepon.

Beberapa hari kemudian, mereka pun memutuskan pindah lokasi. Masih dalam kota itu, tapi cukup berjarak dari lokasi sebelumnya.

Yayan sendiri sangat bangga dengan Bos nya. Kenapa tidak, Bos ini sangat bijak, lebih memilih menghindar dari pada melawan dengan cara yang sama.

Segala hal beraroma mistis sebenarnya tidak perlu ditakuti. Semistis apapun keadaan, itu tetap saja ciptaan yang maha Esa.

Pesan moralnya. Tetaplah berlindung kepada yang kuasa, mintalah pertolongan-Nya. Tidak lupa juga untuk terus menjaga solidaritas antar sesama, jangan sampai menimbulkan kedengkian orang lain.

Jangan takut merasa tersaingi. Nikmati saja dunia yang fana ini, tidak perlu berlebih-lebihan. Apalagi terjerumus kemusyrikan.

Cerita ini saya sudahi sampai di sini. Sekali lagi saya sampaikan, cerita ini ditulis penuh ilustrasi. Alurnya sesuai imajinasi. Bagi penulis, yang terpenting adalah inti dari kisah yang nyata tersampaikan, semoga ada hikmahnya, amin !