Porospro.com - Jika dibandingkan dengan Pantai Kuta di Bali atau pantai-pantai indah dengan air biru dan pasir putih di Sumatera Barat, Pantai Mabloe atau Terumbu Mabloe di Desa Sungai Bela Kecamatan Kuala Indragiri (Kuindra) Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) tentu tidak bisa menandingi.
Pantai yang berada di desa dengan sebagian besar didiami oleh komunitas Suku Orang Laut bernama Duanu atau Duano itu memang tidak memiliki air biru atau pasir pantai yang halus dan putih.
Dilirik dari sisi sarana infrastruktur yang minim, tentu juga belum bisa menarik banyak wisatawan luar untuk mau berkunjung ke lokasi yang terletak persis didekat muara laut akses menuju Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) itu.
Namun, jika Pemerintah Daerah dalam hal ini Disparporabud Inhil mau bahkan bisa bersinergi dengan banyak stakeholder terkait, bukan tidak mungkin Pantai Terumbu Mabloe bisa menjadi ikon baru wisata berbasis budaya dan hayati di Kabupaten Inhil yang sangat menjanjikan.
Bukan tanpa sebab, Pantai Terumbu Mabloe ibarat 'Surga Kecil' yang memiliki kekhasan yang mungkin jarang sekali dimiliki oleh daerah lain. Pantai ini punya pohon-pohon bakau dan tanaman mangrove yang kokoh berdiri diatas hamparan lumpur nan luas.
Belum lagi pasir Sersahnya, pasir yang terbentuk dari sisa-sisa hewan laut semacam kerang, siput dan senteng (sebutan lokal) itu kian menambah eksotisme Pantai Terumbu Mabloe.
Apalagi, jika promosinya semakin digencarkan yang mana dipadukan dengan wisata budaya Menongkah serta kuliner khas milik masyarakat suku Duanu.
Saya sudah pernah Menongkah, unik sekali. Kita diajarkan cara mencari kerang diatas hamparan lumpur dikelilingi mangrove dengan memakai sebuah papan mirip seluncur khusus yang disebut Tongkah. Harus ada teknik supaya kaki tidak tenggelam di lumpur itu. Itu akan menjadi kesan tersendiri untuk wisatawan yang berkunjung ke Pantai Mabloe. Tidak ada di Bali, tidak ada di Sumbar atau di Raja Ampatnya Papua sekalipun.
Bahkan, jika disajikan kuliner khas Suku Duanu seperti Tumis Beteku Ikin dan Gulai Asam Pedas Kesengat. Tentu bukan hanya sekedar kenangan wisatawan yang didapat, tapi juga menggerakkan ekonomi masyarakat setempat.
Menurut Agusman, Kepala Desa Sungai Bela, masyarakat Suku Duanu memang selama ini memiliki ragam khas kuliner berupa Tumis Beteku Ikin atau semacam Tumis dengan bahan perut ikan dan Gulai Asam Pedas ikan Sembilang, yang dulu sengaja dihidangkan untuk menjamu tamu-tamu penting yang datang ke areal wilayah Suku Duano.
Saat ke Desa Sungai Bela pada acara Hari Pers Nasional (HPN) beberapa waktu lalu, saya bersama rombongan anggota PWI Inhil berangkat dari Tembilahan sekitar pukul 08.00 Wib dengan menggunakan speed boat fiber bermesin 200 Pk yang bisa menampung muatan hingga 10 penumpang.
Diperjalanan, kita sudah akan disuguhkan panorama khas dengan melewati beberapa desa pesisir laut lainnya seperti Kampung Hidayat, Sapat dan Tanjung Lajau yang kata orang dulu disebut sebagai Kampung Bidadari.
Sekitar 50 menit perjalanan kita sudah sampai ke Desa Sungai Bela. Disambut anak-anak laut Suku Duanu dengan khas kulit hitam dan rambut ikalnya. Masih banyak jerambah papan ciri desa pesisir, hanya baru ada beberapa yang terbuat dari beton.
"Duanu itu tidak ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Begitu juga Mabloe," kata almarhum bang Sarpan Firmansyah, Tokoh Suku Duanu di Kabupaten Inhil yang sempat memberikan selayang pandang dihadapan Forkopimda dan tamu undangan yang hadir pada acara HPN Kabupaten Inhil.
Bang Sarpan begitu orang memanggilnya memang salah satu orang Duanu yang kelihatan berpengalaman lebih luas. Dia sering menghadiri diskusi-diskusi terkait suku terpencil di tingkat kabupaten, provinsi bahkan nasional mewakili Suku Duanu.
Memang, saat ini Suku Duanu tidak lagi seperti zaman dulu, nomaden berpindah tempat dan tidak tahu pendidikan formal. Sudah banyak anak Duanu yang sekolah, bahkan sampai ke perguruan tinggi dan ada yang menjadi dosen di kampus dan ASN.
"Kita akan temukan kata 'Duane' di KBBI, artinya instansi pemerintah yang bertugas di pelabuhan udara atau laut untuk menyelenggarakan dan mengawasi semua urusan yang berhubungan dengan bea cukai, pabean," kata Sarpan lagi saat itu.
Masyarakat Duanu pada masa dulu memang selalu diberi gelar penjaga pantai, penjaga laut. Lihat saja setiap permukiman Suku Duanu, di depannya pasti berhadapan dengan Laut dan Pantai. Contoh Sungai Bela, Tanjung Pasir, Bekawan dan Desa Concong.
Sungai Bela adalah Mabloe, dan Menongkah akan jadi ikon barunya. Inhil harusnya punya tugu Menongkah, sebagai ikon bahwa Inhil punya suku asli yaitu Duanu. Jangan sampai terlebih dulu diklaim oleh kabupaten dan provinsi atau bahkan negara lain. Contohnya kelapa yang lebih dulu di klaim Sulawesi, sebagai daerah penghasil kelapa nomor 1 di Indonesia.
Tentu kalau ingin lebih detil, menulis Duanu dan Mabloe tidak akan cukup halaman ini. Tapi sesuai pribahasa orang Duanu, 'Piak Duanu Lap ne Dolak' yang artinya takkan Duanu hilang di laut'. Duanu tetaplah penjaga laut.
Dari pengalaman menelusuri Pantai Mabloe, saya memiliki beberapa kesimpulan pribadi seperti banyaknya kelebihan Pantai Terumbu ini dari pantai-pantai lain atau bahkan masih banyaknya kekurangan yang harus segera dibenahi untuk meningkatkan kuantitas wisatawan yang berkunjung.
Kelebihan :
1. Pantai yang memiliki ritme air pasang surut sehingga merupakan sesuatu hal yang sangat unik
2. Berada di area wilayah Suku Asli Laut yaitu Suku Duanu
3. Punya Budaya dan Kuliner khas seperti Menongkah dan makanan untuk menjamu tamu yang datang
4. Dekat dengan Kota Tembilahan sehingga tidak memakan banyak waktu diperjalanan
5. Adanya Budidaya Bakau dan mangrove sebagai daya tarik alami
Kekurangan :
1. Infrastruktur yang tersedia belum memadai seperti jerambah dan spot foto
2. Pantai pasang surut yang juga jika tidak pandai mengatur waktu keberangkatan akan sulit melihat panorama yang ada
3. Transportasi yang masih langka karena tidak ada speed boat khusus wisata
4. Tidak ada Pemandu khusus sehingga jika ada turis atau wisatawan harus banyak mencari informasi dari internet
Saran dan masukan :
1. Buat dan adakan Even budaya suku asli setiap tahunnya di Pantai Mabloe
2. Konsistensi untuk melakukan budidaya Bakau dan mangrove sehingga terjaga kelestariannya
3. Dirikan Rumah oleh-oleh khas suku asli untuk memudahkan wisatawan berkunjung dan berbelanja. (Advertorial)
Penulis: ZULFAHRIN