Penulis: Fitriani, peserta LK3 Badko Riau-Kepri
Ternyata Indonesia justru menuai berkah dari perang dagang AS-China ini. Pasalnya selama Negeri Paman Sam menutup akses bagi perdagangan China, nilai ekspor Indonesia ke Amerika naik.
Sampai Januari 2021, surplus perdagangan Indonesia ke Amerika Serikat mencapai USD 6,5 miliar. Bila ini terus berlanjut hingga akhir tahun, bukan tidak mungkin nilainya bisa mencapai USD 13 miliar, melesat hingga lebih dari 30 persen.
Selain itu, selama masa pandemi dengan berbagai kebijakan pengurangan mobilitas, ekspor non migas Indonesia hanya turun USD 600 juta. Angka ini dinilai lebih baik dibandingkan penurunan ekspor yang terjadi pada tahun 2016 lalu.
Sementara itu kinerja impor mengalami pertumbuhan hingga 28 persen. angka ini tidak begitu menjadi masalah lantaran produk yang diimpor berupa bahan baku dan bahan pendukung dalam produksi industri manufaktur yang akan kembali di ekspor.
Selain itu, selama pandemi Covid-19 berlangsung Indonesia juga kebanjiran orderan produk ekspor. Hal ini disebabkan pabrik-pabrik di China dan Vietnam kewalahan, tak mampu menyediakan produk ekspor, sehingga pesanan produk tersebut lari ke Indonesia.
Di sisi lain, harus diakui tingkat ekspor produk UMKM Indonesia masih terbatas. Ini semata karena para pelaku UMKM di Indonesia masih mengalami berbagai kendala seperti akses menembus pasar ekspor, permodalan, jaringan dan kualitas produk yang kurang konsisten karena keterbatasan modal.
Namun, UMKM Indonesia memiliki keunggulan yang tidak banyak dimiliki orang lain, yakni inovasi. Tren inovasi ini menjadi barang mahal.
Sehingga pemerintah perlu memberikan dukungan dari berbagai kelemahan yang dimiliki UMKM untuk bisa bersaing di pasar global.