Porospro.com - Indonesia berencana menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilihan Legislatif (Pileg) hingga Pemilihan Presiden (Pilpres) secara serentak pada 2024 mendatang.
Saat ini, sedang dibahas mekanisme pelaksanaan tiga proses politik itu agar berjalan lancar lancar.
"Tadi kan sedang dicari diformatnya, ini kan masih 4 tahun lagi ya. Sekarang ini lagi dibicarakan opsi-opsinya, opsi a, opsi b," kata Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Senin (9/3).
Opsi yang muncul, katanya, akan dibahas bersama DPR untuk dilihat positif dan negatifnya.
"Kalau serentak dilaksanakan apa namanya itu enam opsi tadi cukup bagus dari Perludem, tapi lihat bahas positif negatif tiap-tiap opsi. Prinsipnya adalah apapun opsinya yang terbaik, semua nanti akan dibahas kita berikan masukan di DPR, DPR yang nanti akan mengambil keputusan menjadi undang-undang," ujarnya.
Risiko Keamanan Pemilu Serentak Tinggi
Selain membahas mekanisme, faktor keamanan juga harus diperhitungkan secara matang.
"Saya membayangkan risiko keamanan sangat tinggi. Oleh karena itu, mumpung sedang dibahas nantinya oleh DPR ya terutama Komisi 2 di Paripurna maka masukan-masukan dari semua komponen masyarakat, ini enggak ada salahnya untuk diberikan," ungkapnya.
Dia yakin semakin banyak diskusi dilakukan akan menemukan satu kesimpulan terbaik untuk pelaksanaan ketiga proses tersebut.
"Kalau langsung positifnya apa negatifnya apa dan kalau dilaksanakan terus, kira-kira bagaimana mengurangi dampak negatifnya. Konflik di mana berkurang, politik biaya tinggi, bagaimana supaya bisa ditangani," jelas Tito.
Netralitas ASN
Tak kalah penting dalam sebuah proses demokrasi itu, kata Tito, bagaimana menjamin netralitas para aparatur sipil negara baik di tingkat pusat, provinsi, kecamatan hingga kelurahan.
"Kata netral itu saja itu enggak gampang untuk diterapkan, mudah diucapkan," jelas Tito.
Sebenarnya, kata Tito, KPU dan Bawaslu memiliki jaringan hingga ke tingkat kelurahan dan kecamatan.
Namun, hal itu hanya bersifat adhoc di mana anggotanya ditunjuk dalam jangka waktu tertentu pada tingkatan di bawahnya seperti kecamatan, kelurahan hingga KPPS.
"Ini membuat sementara godaan tinggi. Jadi, enggak gampang saya kira untuk netral juga," ujarnya.
Tetapi bicara netralitas, kata Tito, bagaimana figur dalam calon pemimpin untuk bersaing dengan sehat menjadi hal utama.
"Siap menang siap kalah, tapi itu teori dalam praktik tidak ada siap untuk kalah. Semuanya mau menang, akibatnya menggunakan berbagai cara yang penting menang," ucapnya.
"Kepala daerah itu adalah kader-kader partai. Mereka harus netral, ASN harus netral," pesan Tito.
Sumber: merdeka.com