Porospro.com - Kepanikan luar biasa langsung mewarnai dunia setelah wabah virus corona (COVID-19) yang mematikan muncul di Wuhan, China pada Desember lalu.
Ada berbagai alasan masuk akal yang membuat banyak orang panik atas munculnya COVID-19. Pertama, virus itu bisa menyebar dengan cepat dan menimbulkan gejala yang bisa berujung pada kematian jika tidak ditangani dengan segera dan benar. Kedua, belum ada anti-virus atau vaksin untuk virus yang masih sekeluarga dengan SARS ini.
Perlu diketahui, per Rabu sore (18/3/2020), sudah ada 202.272 orang terinfeksi COVID-19 dengan total korban meninggal sebanyak 8.012 orang, menurut Worldometers. Sementara penyebarannya sudah sampai ke sekitar 155 negara di seluruh benua, kecuali Antartika.
Dampak yang dibawa virus ini bukan hanya hal-hal tersebut, namun juga telah memporak-porandakan ekonomi banyak negara. Bahkan, beberapa negara terancam masuk ke jurang resesi karenanya dan ekonomi dunia terancam mengalami perlambatan.
Namun demikian, menurut antropolog interdisipliner dan ilmuwan kognitif Samuel Paul Veissière Ph.D., ketakutan yang berlebihan yang muncul terhadap virus itu justru merugikan. Sebab, bisa menimbulkan risiko sosial, ekonomi, dan psikologis yang bisa hadir tanpa disadari.