Porospro.com - Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang paham akan Literasi Digital, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengadakan kegiatan Literasi Digital untuk mengedukasi dan mewujudkan masyarakat agar paham akan Literasi Digital lebih dalam dan menyikapi secara bijaksana dalam menggunakan digital platform di 77 Kota / Kabupaten area Sumatera II, mulai dari Aceh sampai Lampung dengan jumlah peserta sebanyak 600 orang di setiap kegiatan yang ditujukan kepada PNS, TNI / Polri, Orang Tua, Pelajar, Penggiat Usaha, Pendakwah dan sebagainya.
4 kerangka digital yang akan diberikan dalam kegiatan tersebut, antara lain Digital Skill, Digital Safety, Digital Ethic dan Digital Culture dimana masing masing kerangka mempunyai beragam thema.
Sebagai Keynote Speaker, oleh Gubernur Provinsi Riau Drs. H.Syamsuar, M.Si, menyatakan bahwa mendukung kegiatan Literasi Digital agar dapat memanfaatkan internet dan teknologi untuk hal yang positif dan kreatif serta menamba daya saing sehingga dapat meningkatkan perekonomian dan turut membangun daerah masing masing, dilanjutkan oleh Presiden RI, Bapak Jokowi yang memberikan sambutan dalam mendukung Literasi Digital Kominfo 2021.
Materi DIGITAL SKILL disampaikan oleh MUH. ARIFIN, S.Kom (Kabid Komunikasi Publik Relawan TIK Indonesia) dengan Thema : “PENTINGNYA MEMILIKI DIGITAL SKILL DI MASA PANDEMI COVID 19 ”
Dalam penjelasan singkatnya, Muh. Arifin menyatakan adanya konvergensi teknologi dari yang konvensional seperti mesin ketik, kaset, kamera roll film dan sebagainya ke revolusi teknologi industri 4.0 seperti digital parenting, artificial intelligence, big data, advance robot,adanya ruang guru, google classroom, zoom, menjamurnya e commerce dan lain lain.
Profesi baru dan objek peningkatan kemampuan menurut Muh. Arifin sangat banyak jenisnya mulai dari web programmer, SEO, Content Creator, Youtuber, Influencer, Digital Marketing sampai Cyber Security.
Pandemi Covid – 19 menjadi penetrasi pentingnya pemanfaatan teknologi dan memaksa masyarakat untuk meningkatkan kemampuan digital, jelas Muh. Arifin dalam penutup pemaparannya.
Kemudian, materi DIGITAL CULTURE dipaparkan oleh EVAWANI ELYSA LUBIS, M.Si (Rektor Universitas Riau Ilmu Komunikasi) dengan Thema : “MEDIA SOSIAL SEBAGAI SARANA MENINGKATKAN DEMOKRASI DAN TOLERANSI”
Eva menerangkan MEDSOS menjadi tempat curhat , kontent kontroversi dan viral. Sayangnya, sebagian netizen lupa dengan UU ITE yang mengatur etika berinteraksi dalam dunia maya. MEDSOS sebagai ajang adu sindir antar sesama netizen, ujaran kebencian terhadap seseorang ataupun sekelompok orang. Sehingga akibat perbuatan yang tidak dikontrol dapat menimbulkan perpecahan.
Tingginya angka pengguna media sosial di Indonesia memberi resiko besar terhadap penyebaran konten negatif dan provokasi ataupun ujaran kebencian yang menimbulkan konflik (Rosarita Niken Widiastuti Direktur Jendral Informasi dan Komunikasi). Terciptanya sikap intoleran dalam media sosial yaitu menjamurnya berita bohong atau hoax. Pola komunikasinya yaitu 10 sampai 90 yaitu 10% memproduksi informasi, dan 90% mendistribusikan informasi.
Selanjutanya Eva menjelaskan dalam hal demokrasi media sosial dapat membawa dampak positif sebagai media kampanye yang efektif dalam pemilu. Dampak negatif dari berkembangnya media sosial bagi demokrasi adalah maraknya berita-berita hoax yang dibuat oleh oknum yang tidak bertanggung jawab demi menajtuhkan suatu individu atau kelompok (partai politik), munculnya fake account dan buzzer yang berkeliaran di media social.
Selanjutnya, materi DIGITAL SAFETY disampaikan oleh ALIY HAFIZ, (Kepala Lembaga Penelitian AMIK Dian Cipta Cendika & Anggota RTIK Bandar Lampung) dengan Thema : “BERANI LAPOR KEJAHATAN SIBER”
Dalam penjelasan di webinar, Aliy memberikan data tentang tren kenaikan kejahatan siber di Indonesia. Dari tahun 2015 terus meningkat sampai 2019 dan menurun di tahun 2020. Sementara kasus kejahatan siber yang paling banya dilaporkan adalah penipuan online diikuti oleh penyebaran konten negatif. Dan whatsapp adalah yang tertinggi dari platform terlapor.
Aliy menerangkan agar tidak menjadi korban, agar tidak mengalami kerugian dan agar kejahatan siber menurun, sebaiknya secepatnya dilaporkan. Banyak tempat atau wadah pelaporan antara lain ke kantor polisi terdekat, patrolisiber.id, lapor.go.id, sms ke 1708, dan cekrekening.id.
Untuk materi DIGITAL ETHICS dipaparkan oleh MAHMUD HIBATUL WAFI (Wapimred Artikula.id) dengan Thema : “HATE SPEECH : IDENTIFIKASI KONTEN ”
Menurut Mahmud, ujaran kebencian cukup berbahaya karena ujaran kebencian pada dasaranya adalah intimidasi dan pembatasan terhadap kebebasan berbicara, ujaran kebencian berperan penting dalam terciptanya polarisasi sosial berdasarkan kelompok identitas, ujaran kebencian tidak hanya dimaksudkan untuk menciptakan wacana permusuhan, menyemai benih intoleransi atau melukai perasaan terhadap kelompok identitas lain, tetapi juga telah menjadi alat mobilisasi atau rekrutmen oleh kelompok-kelompok garis keras dan ujaran kebencian mempunyai kaitan baik secara langsung dan tidak langsung dengan terjadinya diskriminasi dan kekerasan.
Respon atas Hate Speech secara legal (regulasi ) ada di Pasal 156 KUHP, Pasal 335 KUHP, Pasal 27 ayat 1 dan ayat 3 UU ITE, Pasal 28 ayat 2 UU ITE, Pasal 29 UU ITE.
Untuk respon non legal ada 2 cara yaitu yang pertama adalah memperkuat kontrol pubik terhadap persebaran ujaran kebencian, dan yang kedua perlu upaya untuk mendorong informal restriction, atau regulasi yang dibuat di tingkat kelembagaan tertentu seperti universitas dan ruang kerja untuk membatasi praktek ujaran kebencian.
Terakhir, SHARING SESSION dipandu oleh JOS OREN (Youtuber).
Jos Oren menyatakan bahwa kesadaran pribadi sangat penting untuk awal dari literasi nasional yang bisa menjadi benteng untuk menghadapi hate speech, ataupun persoalan crime digital dan peningkatan era digital dengan digital skill termasuk peningkatan etika bermedsos. (rilis)
Tulis Komentar