Sampan Leper, dari Solusi Masalah Air Sungai menjadi Tradisi Unik

Sampan Leper, dari Solusi Masalah Air Sungai menjadi Tradisi Unik

Porospro.com - Dahulu ketika air sungai Indragiri sedang surut, jalur transportasi dari Kota Tembilahan, ibu kota Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, dengan desa-desa yang berada di seberangnya sangat sulit karena tidak tersedianya fasilitas penghubung atau jembatan.

Untuk mengatasinya, masyarakat setempat berupaya membuat alat transportasi yang bisa digunakan pada saat air sungai sedang pasang dan juga bisa digunakan ketika air sedang surut, seperti dilaporkan wartawan di Riau, Dedy Sutisna untuk BBC Indonesia, Senin (02/04).

Sampan leper, perahu yang dibuat dengan bentuk leper atau rata di bagian bawahnya adalah solusi untuk hal tersebut. Sampan ini bisa digunakan pada saat air sungai sedang surut dengan berjalan di atas lumpur dan hingga saat ini masih dijadikan sebagai alat transportasi.

Sampan leper merupakan perahu yang memiliki ukuran variatif, ada yang memiliki luas 1 x 3 meter hingga luas 1 x 5 meter dengan lantai dasar yang memiliki permukaan pipih dan datar.

Untuk sampan yang berukuran 1 x 3 meter dapat menampung penumpang sebanyak empat orang dan sampan yang berukuran 1 x 5 meter mampu menampung penumpang hingga enam orang.

Untuk sampan yang berukuran 1 x 3 meter dapat menampung penumpang sebanyak empat orang dan sampan yang berukuran 1 x 5 meter mampu menampung penumpang hingga enam orang.

Sampan leper ini juga kerap digunakan sebagai alat untuk menyeberangkan sepeda motor. Biaya atau ongkos yang dikeluarkan untuk masyarakat ketika hendak menggunakan sampan leper adalah Rp10.000/orang dan Rp25.000 untuk ongkos sepeda motor yang diseberangkan.

"Saat ini ada sebanyak 33 sampan leper dan 33 pendayung yang setiap harinya mencari nafkah dengan alat transportasi sampan leper ini," ucap Utoh (40) seorang yang berprofesi sebagai pendayung sampan leper.

"Dengan jalur Kelurahan Pekan Arba (Tembilahan) menuju ke Desa Tanjung Siantar (desa seberang Tembilahan) pulang-pergi dengan jarak tempuh 20 menit ketika air sungai sedang surut dan 10 menit ketika air sungai sedang pasang," tambahnya.

"Kami narik mulai pukul 6 pagi hingga pukul 6 sore setiap harinya. Jalur transportasi dengan menggunakan sampan leper ini banyak dilalui oleh masyarakat dari desa seberang Tembilahan di antaranya Desa Junjangan, Desa Sungai Rawa, Desa Sungai Luar dan Desa Kuala Sebatu untuk menuju ke Tembilahan atau sebaliknya," paparnya.

Sementara, seorang pengguna sampan leper mengaku sering menggunakan sampan ini karena lebih cepat ketimbang menggunakan sarana lainnya.

"Kami menggunakan alternatif transportasi sampan leper dengan alasan jarak tempuh dan waktu yang ringkas dibanding dengan melewati jembatan yang telah tersedia, makanya hingga saat ini kami tetap menggunakan sampan leper," ungkap Cipo (39) pemakai jasa transportasi sampan leper. (Advertorial)


Sumber: bbc.com

image
Redaksi

Berbagi informasi Tlp/WA 082389169933 Email: [email protected] Pengutipan Berita dan Foto harap cantumkan porospro.com sebagai sumber tanpa penyingkatan


Tulis Komentar