Pilkada 2020 Disebut Menghadapi Masalah Netralitas ASN dan Politik Uang

Pilkada 2020 Disebut Menghadapi Masalah Netralitas ASN dan Politik Uang

Porospro.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai bagian dari pengawas pelaksanaan Pemilu di Indonesia.

Jika pada pelaksanaanya masih kerap kali terdapat masalah yang tidak kunjung selesai. Termasuk pada Pilkada 2020 serentak nanti yang mengalami masalah netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga praktik politik uang.

"Saya ingin mengatakan kerawanan kita untuk Pilkada besok ini yang paling mengkhawatirkan dan yang kita ambil data dari daerah adalah soal politik uang dan netralitas ASN," ungkap Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin saat diskusi daring 'Negara Institut' pada Sabtu (20/6).

Dia menyebutkan dari hasil temuan Bawaslu sekitar 369 ASN diindikasikan tidak netral dan akan dilaporkan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sebagai lembaga yang berkuasa memberikan penindakan terhadap ASN yang tidak netral.

Selanjutnya terkait politik uang, Afifuddin menjelaskan konteks politik uang jangan dikaitkan hanya menjadi tanggung jawab negara dalam hal ini penyelenggara pemilu saja.

Padahal, sumber pelaku dan seterusnya bisa datang dari mana saja, bisa dari tim sukses maupun peserta pemilu.

"Jangan sampai seakan-akan kita ini selalu memposisikan masyarakat lah yang tidak siap padahal sebagian itu harus kita posisikab bahwa partai politik sebagai peserta, pemerintah sebagai penyelenggara harus memberikan pendidikan jangan seakan-akan korbannya itu masyarakat," tuturnya.

Oleh sebab itu, dia menyarankan agar terjadi kolaborasi semua pihak, misalkan pengaturan konteks mahar politik dan memberikan kepada pengawas untuk mengawasi tahapan kandidat bakal calon sampai calon.

"Karena definisi politiknya apakah bisa diambil jauh dari masa tahapan, misalkan kandidat itu telah menjadi gubernur maupun bupati jauh satu tahun kompetisi. Anggaran bantuan sosial sudah ditingkatkan hingga misal sampai 200 persen. Nah itulah yang di luar jangkauan kita untuk memproses atau mengawasi melalui undang-undang pemilunya," tuturnya.

"Oleh karena itu, saya kira pada momentum perumusan undang-undang pemilu dan pilkada nanti harus dijadikan perumusan memasukan ide-ide terbaik kita disitu. Untuk kemudian merefleksikan soal permasalahan politik uang," sambungnya.

Pada kesempatan yang sama, sebagai kandidat bakal calon Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) pada Pilkada 2020 Serentak, Denny Indrayana membenarkan praktik politik uang serasa telah menjadi lumrah terjadi pada konstelasi politik.

"Hasil survei KPK sebanyak 72 persen masyarakat menganggap lumrah politik uang. Sehingga memang budayanya akan sangat rusak, saya ingin katakan adalah free lunch ngga ada dan semua yang ingin memberikan uang pasti akan minta kembali," kata Denny.

Termasuk, untuk daerah yang memiliki kekayaan di sumber daya alam (SDA) yang besar seperti Kalsel membuat kebutuhan dana politik menjadi lebih besar.

"Kalsel sendiri, makin tinggi SDA bukan hanya pertarungan gubernur, tapi pertarungan pemilik izin tambang. Dari data KPK tahun 2016 tunjukan SDA yang tinggi akan berdampak pada pengeluaran dana politik calon yang semakin besar," jelasnya.

Oleh sebab itu, dia menilai untuk pentingnya perbaikan pada bagaimana penegakan pada sistem pemilu. Bukan hanya persoalan apa yang harus digunakan sistem pemilunya.

"Karena setiap sistem pemilu pasti ada ruang terbuka bagi praktik politik uang, praktik korupsi pada pemilu," pungkasnya.

Sumber: merdeka.com

image
Redaksi

Berbagi informasi Tlp/WA 082389169933 Email: [email protected] Pengutipan Berita dan Foto harap cantumkan porospro.com sebagai sumber tanpa penyingkatan


Tulis Komentar