Porospro.com - Sidang lanjutan perkara pelanggaran Pilkada Indragiri Hulu (Inhu), dengan terdakwa Sekretaris Nahdlatul Ulama (NU) Edi Priyanto, ST kembali digelar pada Rabu 25 November 2020.
Kali ini sidang memasuki hari ke 6 dengan menghadirkan ahli pidana dari Universitas Riau (UNRI) Erdiansyah, SH, MH.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis (KM) Omori R Sitorus SH, MH dengan Hakim Anggota Debora Manulang SH, MH dan Immanuel MP Sirait SH, MH dengan Jaksa Penuntut Umum Jimy Manurung SH. Sedangkan terdakwa Edi Priyanto didampingi oleh pengacaranya Asep Rukiyat SH, MH.
Usai sidang, Ahli Pidana, Erdiansyah, SH, MH saat dikonfirmasi mengatakan, pasal yang didakwakan itu pasal 188 junto pasal 71 tidak memenuhi unsur, karena hadirnya terdakwa disana sebagai pengurus organisasi berdasarkan mandat dari ketua organisasinya yaitu Nahdlatul Ulama.
"Kalau kapasitas sebagai pengurus organisasi, maka pasal itu tidak terpenuhi unsur yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), tapi kalau sebagai kepala desa, maka sebaliknya, yakni terpenuhi. Dan dalam perkara ini, berdasarkan mandat dari Ketua NU, Edi Priyanto hadir bukan sebagai Kades, tapi sebagai pengurus organisasi NU," jelas Erdiansyah.
Selain itu, lanjut Erdiansyah, kalau bicara unsur kesengajaan, tentu dari awal sudah dipikirkan oleh terdakwa terkait menguntungkan atau merugikan paslon. Namun disini niat tidak timbul, karena niat dari awal tujuan menghadiri acara yang memang mendapat mandat dari Ketua NU Inhu.
Sementara itu, Pengacara terdakwa, Asep Rukiyat, SH, MH saat dikonfirmasi meyakini bahwa kliennya tidak bersalah.
"Kami berkeyakinan klien kami tidak bersalah secara hukum. Karena dalam proses hukum yang ada, kapasitas beliau bukan sebagai kepala desa, tapi sebagai pengurus sebuah organisasi dalam hal ini sebagai Sekretaris Nahdlatul Ulama (NU) di Kabupaten Indragiri Hulu," terang Asep.
Pria yang akrab disapa Kang Asep ini menjelaskan, pertama, adanya beliau dilokasi tersebut kapasitasnya sebagai Sekretaris NU atas mandat dari Ketua NU dan undangan dari pengurus Ansor yang menjadi dasar beliau menjadi bahan untuk menghadiri acara.
Kemudian, kedua, beliau menerima mandat dari Ketua NU Inhu, dimana kita ketahui, bahwa di NU sifatnya "Samikna Waahtokna". Ketika ada perintah dari ketua menghadiri undangan, maka beliau datang dalam kapasitas pengurus NU dan mendapat mandat dari Ketua NU.
"Jadi dalam proses hukum kali ini, kami meyakini klien kami tidak bersalah secara hukum dan mudah-mudahan itu berdampak pada putusan nanti yang akan datang, beliau dibebaskan dari segala tuntutan hukum," harap Kang Asep.
Lebih jauh Kang Asep menyampaikan, bahwa saat persidangan, Ahli Pidana menyatakan unsur-unsur dari pasal 188 junto pasal 71 tidak memenuhi unsur, baik itu kesengajaan ataupun menguntungkan atau merugikan paslon.
"Kalau unsur tidak terbukti, maka klien kami bisa dibebaskan. Mudah-mudahan klien kami dibebaskan dan putusannya Vrijspraak (bebas murni)," kata Kang Asep.
Selanjutnya, berdasarkan fakta-fakta yang ada, disitu kadangkala orang bisa salah persepsi. Ketika disitu kapasitas sebagai kepala desa maka bersalah, tapi dalam hal ini berdasarkan hukum pembuktian yang kita hadirkan di persidangan adanya surat undangan, adanya surat mandat, maka sangat jelas semua pemikiran-pemikiran yang disangkakan pada kepala desa tidak terbukti.
"Kita telah memperlihatkan ke majelis hakim dan ahli adanya surat mandat dan surat undangan kapasitas beliau hadir bukan sebagai sebagai kepala desa. Jadi ketika ada orang yang mengatakan kepala desa sudah diproses hukum, maka keliru, karena ini bukan kepala desa yang diproses hukum, tapi yang diproses hukum adalah Sekretaris NU," ungkap Kang Asep.
Kemudian, Kang Asep memohon kepada warga NU di Inhu jangan sampai nanti mengira Sekretaris NU dikriminalisasi, sebab kita berharap Inhu tetap kondusif.
"Kita buktikan secara hukum, dan Insya Allah kita berkeyakinan proses ini sesuai dengan aturan dan tidak bersalah untuk beliau," pungkas Kang Asep Rukiyat. rls
Tulis Komentar