Porospro.com, PEKANBARU - Presiden Riau Merdeka itu kini terbaring tak berdaya. Sudah hampir satu tahun, Prof. Dr. Tabrani Rab hanya bisa berbaring di tempat tidur khusus. Kondisinya makin hari semakin melemah. Dia hanya makan dan minum melalui infus cairan lewat hidung. Kesadarannya kadang muncul. Namun sehari-hari lebih banyak tak ingat apa-apa dan tak kenal siapa siapa.
Beberapa waktu lalu, sebelum kesadarannya hilang, berpuluh tahun Tabrani Rab menjadi satu satunya anak Melayu Riau yang menjadi dokter ahli paru paru dan memiliki rumah sakit sendiri. Jika ada masyarakat dari seluruh pelosok Riau yang sakit, kalau punya uang; bayarlah! Tapi jika tak ada uang, boleh pulang tanpa membayar sepeserpun alias gratis.
Tabranilah yang menggagas berdirinya dua Fakultas Kedokteran di Riau. Satu Fak. Kedokteran Universitas Riau dan satunya lagi Fak. Kedokteran Universitas Abdurrab. Diapun memiliki dua Rumah Sakit (Klinik) yang diberinama Rumah Sakit Prof. Dr. Tabrani Rab.
Selain jadi dokter dan Guru Besar di Universitas Riau, Tabrani Rab adalah seorang tokoh pemberani yang dimiliki tanah Melayu. Dia pernah mengajak seluruh orang Riau untuk memerdekakan diri lepas dari Pemerintahan Republik Indonesia. "Kita sudah terlalu lama dizalimi pemerintah pusat. Kita selalu saja miskin, padahal kita daerah yang kaya. Kekayaan alam Riau diangkut ke pusat dan kita tak dapat apa-apa. Saatnya kita mandiri. Saatnya Riau Merdeka," begitu dia mengajak masyarakat, meski tak semua orang memperdulikan ajakannya.
Tapi Tabrani tak berputus asa. Dia terus bergerak, bergerak terus, berjuang dan berjuang. Dia menuliskan konsep Riau merdeka melalui buku; Menuju Riau yang Berdaulat, setebal 266 halaman. Dia juga membuat pernyataan di berbagai tempat dalam seminar, diskusi, dialog dan sebagainya, jika Riau Merdeka, maka negeri ini akan terbebas dari kebodohan dan kemiskinan. Negeri ini juga akan lebih kaya dan makmur ketimbang Brunai Darussalam. Sebagai puncaknya, Tabrani Rab didampingi sejumlah aktivis mahasiswa dan beberapa tokoh masyarakat yang sejalan dengannya, membacakan deklarasi Riau Merdeka.
Berikut petikan deklarasi itu: "Sudah lebih setengah abad kami menggantungkan hidup pada republik ini. Selama itu pula minyak kami dijarah. Tak setitik pun menetes di tanah kami. Sungai dan tanah kami tak lagi memberi hidup karena polusi. Sudah lebih seperempat abad tanah kami dijarah sebagai konspirasi pusat dan konglomerat. Maka hari ini, kami putuskan untuk mementukan nasib kami sendiri. Kami telah mulai menukilkan sejarah kami dalam lembaran yang baru akan hak-hak kami, indentitas dan tradisi kami dengan jalan damai. We are beginning to think, we are writing the new chapter of history, to demmand our right, take on our duties, and defend our identity and our tradition, with peace." (Pekanbau 15 Maret 1999).
Deklarasi Riau Merdeka ini sempat membuat Pemerintah Pusat bergetar. Bahkan beberapa tokoh Riau, termasuk Tabrani, bolak balik diperiksa aparat, karena dinilai makar dan melawan pemerintah yang sah. Tapi akhirnya, getaran itu, hanya mengguncang sekejap saja. Sebab, hari hari berikutnya, beberapa orang "melacurkan" diri dan menghadap Presiden RI dengan mengatakan bahwa Tabrani Rab sudah gila. Tabrani hanya mencari sensasi dan uang. Tutup saja mulutnya dengan uang, maka selesailah persoalan Riau Merdeka itu. Astaghfirullah!
Tabrani memang tokoh kontroversial. Tapi dia tidak serendah dugaan orang. Dia tak hanya seorang dokter ahli paru paru. Dia tak hanya sekadar menggagas Riau Merdeka. Dia juga seorang budayawan, penulis ilmiah, peneliti, guru besar, penyair, pekerja sosial dan pecinta yang romantis. Kepeduliannya kepada negerinya, bangsanya, masyarakat Riau dan dunia pendidikan, di atas segala galanya.
Dan, hari ini Tabrani Rab genap 77 tahun. Tapi hari harinya dihabiskan dengan balutan penyakit yang dideritanya. Dia tak lagi garang. Tak lagi menulis, tak lagi bolak balik ke kampus, rumah sakit, mengunjungi teman-temannya di kantor media atau ikut seminar internasional di mancanegara. Tubuhnya layuh dan kaku. Mata dan hatinya tak lagi mengenal para Sakai yang mengunjunginya.
Mari kita berdoa buat kesembuhannya. Kepulihan seorang yang menurut saya sangatlah istimewa bagi negeri ini. Seseorang yang tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. Tapi bagaimana Riau ke depan memiliki harkat, martabat dan marwah tinggi dan setara di depan bangsa lain. Kita memohon kepada Allah SWT, agar mengembalikan kesehatan dan fikirannya. Kalaupun Allah mentakdirkan Tabrani Rab harus pergi untuk selamanya, tapi kembalikanlah ingatannya. Agar dia bisa melihat Riau yang berkilau dengan kepala tegak. Agar dia bisa menulis lagi untuk yang terakhir kali; Riau Merdeka. Alfatihah! (*)
Tulis Komentar